Presiden Joko Widodo mengutuk aksi terorisme di Surabaya, yang menyebabkan sedikitnya 13 orang meninggal dunia, serta 41 orang dirawat di rumah sakit. Aksi teror bom bunuh diri terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jemaat Sawahan di Jalan Arjuno.
Presiden Joko Widodo mengatakan, aksi terorisme ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang tidak ada kaitannya dengan agama apapun. Presiden juga menyesalkan aksi teror ini melibatkan anak-anak sebagai pelaku bom bunuh diri.
"Yang menimbulkan korban anggota masyarakat, anggota Kepolisian, dan juga anak-anak yang tidak berdosa, termasuk juga pelaku yang menggunakan dua anak berumur kurang lebih 10 tahun, yang digunakan juga untuk pelaku bom bunuh diri," ujarnya.
Baca juga: Ledakan di Tiga Gereja, 13 Tewas, 41 Luka
Usai meninjau lokasi ledakan bom dan menjenguk korban yang dirawat di rumah sakit di Surabaya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri untuk mengusut dan membongkar jaringan pelaku terorisme. Aksi terorisme ini kata Jokowi, telah meresahkan masyakat dan bertentangan ajaran agama apapun dan nilai-nilai kemanusiaan.
"Saya sudah memerintahkan kepada Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan-jaringan pelaku, dan saya perintahkan untuk membongkar jaringan itu sampai ke akar-akarnya. Seluruh aparat negara tak akan membiarkan tindakan pengecut semacam ini. Saya mengajak semua anggota masyarakat untuk bersama-sama memerangi terorisme, memerangi radikalisme, yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Kebhinnekaan," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Paus Fransiskus Doakan Umat Kristiani Indonesia
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, aksi teror di tiga gereja di Surabaya diduga dilakukan oleh 6 orang yang semuanya tewas di lokasi. Diduga 6 orang itu masih ada hubungan keluarga, yaitu Dita Supriyanto (47) sebagai pelaku bom mobil di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jalan Arjuno, Puji Kustini (43), FS (12), PR (9) sebagai pelaku bom pinggang di GKI Jalan Diponegoro, serta YF (18), dan FH (16) sebagai pelaku bom pangku di Gereja Katolik Jalan Ngagel.
"Semua adalah serangan bom bunuh diri, cuma jenis bomnya yang mungkin berbeda. Yang dengan Avaza di Jalan Arjuna, itu menggunakan bom yang diletakkan dalam kendaraan setelah itu ditabrakkan, ini ledakan yang terbesar saya kira dari tiga ledakan itu, Kemudian untuk yang di gereja Jalan Diponegoro, GKI ya, itu tiga-tiganya menggunakan bom yang diletakkan pada pinggang, jadi pada belt, namanya bom pinggang ya. Ini ciri-cirinya sangat khas karena yang rusak itu adalah bagian perutnya saja, baik yang perempuan, ibunya, maupun anaknya, hanya bagian perutnya, sementara bagian atas dan bagian bawahnya semuanya masih utuh. Bom yang di Gereja Katolik, Ngagel, itu menggunakan bom yang dipangku, di Santa Maria ini kita belum paham jenis bom jelasnya karena ini pecah, tapi efek ledakkannya cukup besar, dan itu dibawa oleh dua orang dengan sepeda motor," jelas Tito.
Baca juga: Pasca Tiga Ledakan di Surabaya, Jakarta Siaga Satu
Tito menegaskan akan bersinergi dengan TNI untuk melakukan penangkapan bersama terhadap sel-sel JAD dan JAT yang terkait dengan ISIS. Kapolri juga mendesak DPR untuk percepatan pengesahan RUU Anti Terorisme, atau meminta Presiden mengeluarkan Perppu sebagai payung hukum penindakan pelaku terorisme.
"Kelompok pelaku yang ada ini, yang satu keluarga ini juga terkait dnegan sel JAD (Jemaah Ansarul Daulah) yang ada di Surabaya, dia adalah Ketuanya, Dita ini. Aksi ini kita duga motifnya, pertama adalah di tingkat internasional, ISIS ini ditekan oleh kekuatan-kekuatan baik dari Barat, Amerika dan lain-lain, Rusia dan lain-lain, sehingga dalam keadaan terpojok, sehingga memerintahkan semua jaringannya di luar, termasuk yang sudah kembali ke Indonesia untuk melakukan serangan di seluruh dunia," tambahnya.
Tito juga mendesak pengesahan revisi Undang-undang Anti Terorisme, agar penanganan dan penindakan pelaku terorisme dapat lebih optimal. Penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) adalah pilihan terakhir bila revisi tidak segera disahkan DPR.
"Sekali lagi kita harapkan Undang-undang ini agar cepat untuk dilakukan revisi, bila perlu, kalau seandainya terlalu lama ya kita memohon kepada Bapak Presiden untuk membuat Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang)," ujar Tito.
Sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat juga mengecam keras insiden bom bunuh diri ini dan mendukung kepolisian menyelidiki kasus ini hingga tuntas. [pr/em]