Presiden Joko Widodo melantik Laksamana Dua Willem Rampangilei sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Istana Negara, Senin (7/9).
Willem sebelumnya menjabat sebagai Deputi 1 Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), dan menggantikan Syamsul Maarif yang telah habis masa jabatannya.
Kepada wartawan usai pelantikan, Willem mengatakan, prioritas tugas yang ia lakukan dalam waktu dekat adalah penanggulangan bencana asap.
"Instruksi Presiden jelas, bagaimana kita menanggulangi asap. Dan ini memang sudah menjadi prioritas nasional. Kita tahu bahwa dampak asap begitu luas dan serius, terutama kepada kesehatan, ekonomi, proses belajar mengajar dan lain sebagainya," ujarnya.
Willem menambahkan, saat ini yang tengah diupayakan penanganannya adalah proses tanggap darurat penanganan bencana asap. Sementara itu untuk daerah-daerah yang masih aman dari titik kebakaran hutan, Willem menekankan adanya pelibatan dari masyarakat setempat untuk melakukan pencegahan dini dan deteksi dini kebakaran hutan.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa bencana asap ini kan sudah terjadi selama 17 tahun. Mungkin kita perlu lebih mengefektifkan lagi upaya pencegahan dan lebih mengefektifkan lagi tanggap daruratnya. Sebelum terjadinya kebakaran kita lebih memperkuat tindakan early warning, early detection. Lalu sosialisasi. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya dari kebakaran itu sendiri. Lalu kita libatkan lebih banyak masyarakat untuk bersama-sama mencegah kebakaran ini," ujarnya.
Pelantikan Willem dilakukan di tengah bencana kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Dalam kunjungannya ke salah satu titik kebakaran hutan di Sumatera Selatan, Presiden Jokowi meminta kepada kepolisian dan Kementerian Kehutanan untuk segera mencari siapa pelaku pembakaran hutan yang banyak merugikan masyarakat, khususnya dalam sektor perekonomian.
Presiden juga memerintahkan jajarannya agar melakukan tindakan pencegahan agar kebakaran hutan tidak lagi terjadi di tahun-tahun mendatang.
Tidak hanya kepada jajaran menteri dan pemerintah daerah, Presiden juga mengajak peran serta masyarakat untuk menjaga hutan dan segera melapor bila ada tindak pembakaran hutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya menjalin kerjasama dengan kepolisian untuk melakukan investigasi bersama penyebab kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Siti mengatakan, selain perorangan proses penyelidikan, ini juga terkait dengan masalah izin perusahaan perkebunan dengan ancaman pembekuan hingga pencabutan izin beroperasi.
"Arahan saya kepada dirjen, langsung saja (diberi) police line. Diberi tanda kepada masyarakat bahwa lahan itu bermasalah. Lalu langsung saja proses investigasinya. Jadi begitu dia diinvestigasi tersangkanya ada, kita coba otak atik izin (perusahaan pengelolaan perkebunan). Sebelum dicabut (izinnya) kita bekukan dulu, dia nggak boleh beroperasi," ujarnya.
"Kalau yang perkebunan kita pakai Pasal 56 Undang-undang No. 39/2007 tentang perkebunan. Dan pakai UU No. 32/2009 tentang lingkungan. Apabila ada unsur mengganggu kesehatan, ya itu juga bisa kena."
Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mendeteksi, pulau Sumatera dikepung oleh 759 titik api, sementara di Riau ada 164 titik. Titik api terbanyak ada di Jambi yaitu 250 titik, Sumatera Selatan 247 titik, dan Riau 164 titik. Kemudian Bangka Belitung 82 titik, Sumatera Barat enam titik, dan Bengkulu satu titik api.
Khusus di Riau, dari 164 titik api yang terdeteksi, 120 di antaranya diduga akibat kebakaran lahan dan hutan. Sementara sisanya 44 hanyalah titik-titik asap.