Dalam pernyataan tertulis dari kantor kepresidenan Indonesia yang diterima VOA, Presiden Joko Widodo melalui telepon meminta kedua pejabat tinggi itu untuk mengambil langkah cepat guna mengatasi kerusuhan di Singkil, Aceh, agar tidak meluas. Presiden juga menegaskan perlunya segera memulihkan perdamaian dan kerukunan bersama, dengan menjamin perlindungan bagi setiap warga negara.
Sedikitnya satu orang tewas dan empat luka-luka akibat tembakan senjata api dalam kerusuhan di desa Dangguran, kecamatan Simpang Kanan, kabupaten Singkil, Selasa siang. Menurut wartawan radio XTRA FM, Sahab Khadafi, yang meliput langsung kejadian itu di lapangan, kerusuhan pecah karena warga menilai pemerintah kabupaten tidak memenuhi janji mereka untuk menertibkan rumah-rumah ibadah yang marak ada di daerah itu.
“Ini merupakan kelanjutan demonstrasi 6 Oktober lalu di kantor bupati, yang menuntut agar rumah ibadah yang tidak memiliki ijin supaya segera ditertibkan. Demonstran memberi tenggat waktu hingga hari ini (Selasa, 13/10) untuk digusur. Hari ini warga kembali melakukan aksi susulan menuntut janji karena Pemda belum juga melakukan tindakan apapun, apalagi pembongkaran. Sebelumnya sudah ada kesepakatan bahwa ada 10 tempat ibadah yang akan ditertibkan dan baru akan dieksekusi tanggal 19 Oktober. Tapi massa meminta eksekusi dilakukan hari ini. Massa yang semula melakukan orasi dan pawai keliling akhirnya panas, dan berujung dengan terjadinya kerusuhan,” kata Sahab.
Keberadaan gereja tanpa ijin, yang di Aceh dikenal sebagai “undung-undung,” dan pelaksanaan kegiatan beribadah warga non-Muslim yang kian marak di daerah yang mayoritas berpenduduk Muslim ini, telah sejak lama memicu keprihatinan warga setempat.
Singkil memiliki jumlah penduduk 130 ribu jiwa, termasuk sekitar 15 ribu jiwa atau sekitar 12% penduduk non-Muslim. Berdasarkan perjanjian damai antara warga Muslim dan Kristen tahun 1979, yang kemudian diperkuat lagi tahun 2001, disepakati ada satu gereja dan empat “undung-undung.” Tetapi saat ini ada 26-28 gereja tanpa ijin atau “undung-undung.”
Warga telah berulangkali meminta pemerintah kabupaten setempat untuk melakukan penertiban dengan meminta pengelola “undung-undung” agar mengikuti prosedur pendirian gereja sesuai aturan. Tetapi pemerintah daerah sangat lambat mengantisipasi tuntutan itu.
“…Seiring bertambahnya jumlah warga non-Muslim, kebutuhan akan tempat ibadah bertambah, sehingga tak heran jika semakin hari undung-undung semakin bertambah," tambah Sahab.
Sahab juga menjelaskan bahwa warga non-Muslim sudah menyampaikan kebutuhan rumah ibadah mereka kepada pemerintah lokal, namun menurutnya ada semacam "kelalaian" dari pemerintah daerah terkait hal ini karena hingga saat ini ada 26-28 undung-undung di Singkil dan ini membuat warga geram dan marah.
Kerusuhan pun tak terkendali Selasa siang, sedikitnya seorang pengunjuk rasa tewas tertembus peluru dan empat lainnya luka-luka. Melihat jatuhnya korban, massa pun mengamuk dan membakar “undung-undung” di daerah itu.
Kementerian Agama hingga saat ini belum selesai membahas RUU Perlindungan Umat Beragama, yang di dalamnya termasuk aturan tentang pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama di lingkungan masyarakat. Pendirian rumah ibadah sejuah ini masih berada di bawah peraturan bersama menteri.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, maka pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan dan juga komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di daerah tersebut, dengan memenuhi persyaratan administratif dan teknis. Termasuk di dalamnya pengajuan daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah sedikitnya 90 orang yang disahkan pejabat setempat, dukungan sedikitnya 60 warga yang juga disahkan pejabat setempat, rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama di tingkat kabupaten dan rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Dalam sebuah forum diskusi VOA di Bandung, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan akan menyempurnakan RUU Perlindungan Umat Beragama ini, tetapi hingga sekarang belum ada perkembangan.
Persatuan Gereja Indonesia PGI dalam pernyataan tertulisnya menyatakan sangat prihatin dan mengutuk keras tindakan intoleransi yang telah menimbulkan korban dan rasa tidak aman di Singkil. PGI juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas terhadap tindakan intoleran, dengan menyelidiki dan mengajukan mereka yang terlibat ke muka hukum.
Hingga laporan ini disampaikan, situasi keamanan di Singkil masih kondusif. Menurut laporan warga dan kontributor VOA di lokasi, tentara dan polisi ditempatkan di sejumlah sudut kota yang strategis. Meskipun demikian tidak bisa dihindari berkembangnya isu-isu tidak bertanggungjawab seperti adanya warga yang hilang dan terpaksa mengungsi karena khawatir kerusuhan akan berlanjut. [em/al]