Pesawat Garuda Indonesia yang membawa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono beserta delegasi lepas landas dari Bandar Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, tepat 8:00 WIB. Turut serta dalam delegasi tersebut antara lain Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu.
Di Paris, Presiden Yudhoyono akan memenuhi undangan Dirjen UNESCO, untuk menyampaikan pidato utama pada Sesi Khusus perayaan Ulang Tahun ke-10 Deklarasi Universal Keragaman Budaya (Universal Declaration on Cultural Diversity).
Undangan dari UNESCO, menurut Presiden SBY, merupakan wujud apresiasi Badan PBB tersebut atas komitmen Pemerintah Indonesia melindungi dan mempromosikan keanekaragaman budaya sebagai "aset yang terus hidup" (living assets). “Mengapa kita dipilih untuk bisa menyampaikan pidato utama itu, karena Indonesia dianggap sebagai salah satu contoh budaya yang beragam tetapi itu menjadi bagian dalam membangun bangsa dan pada akhirnya itu menjadi kekuatan. Tetapi, mereka juga tahu usulan saya atas perbedaan nilai dan budaya, mengatur perbedaan itu tidak mudah, oleh karena itu mereka ingin dengar apa saja yang kita lakukan terkait dengan itu,” demikian ujar Presiden SBY.
Dari Paris, Presiden SBY akan menuju Cannes untuk menghadiri KTT G20. Pertemuan para pemimpin negara maju ini masih akan berfokus pada upaya pemulihan krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat.
Di luar agenda pembahasan krisis ekonomi, sedikitnya ada sejumlah isu lain yang akan dibicarakan yaitu pembangunan, korupsi, perubahan iklim, ketahanan pangan dan ketahanan energi.
Menurut Presiden, ada kemungkinan perluasan krisis di Eropa dan Amerika Serikat akan berimbas pada penurunan kepedulian negara maju akan sejumlah masalah yang dihadapi oleh negara berkembang. “Saya melihat ada kecenderungan forum G20 ini banyak sekali yang diarahkan untuk membicarakan masalah perekonomian di negara-negara maju, seperti perekonomian di Eropa sekarang ini," tutur SBY. "Meskipun itu penting, tetapi bukan satu-satunya. Saya khawatir pula kalau isu-isu pembangunan yang menjadi keperdulian dan prioritas negara-negara berkembang itu diabaikan, maka dampaknya akan buruk. Karena kalau ada masalah-masalah di negara berkembang hampir pasti itu berkaitan dengan situasi politik, sosial, dan keamanan dunia."
Di Indonesia, defisit keuangan Amerika dan Eropa berakibat pada pengurangan anggaran kerjasama dalam sejumlah program pembangunan. Kepala Misi Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (USAID), Glenn Anders, sempat menyinggung hal tersebut bulang ini.
Kini, anggaran USAID untuk Indonesia per tahun turun menjadi 150 juta dolar AS. “Anggaran kami yang terakhir mencapai 175 juta dolar Amerika, tetapi kongres saat ini kuatir dengan defisit keuangan sehingga anggaran USAID dikurangi,” kata Anders.
Anders menambahkan hal tersebut tidak ada kaitannya dengan perubahan prioritas di negara lain, karena pengurangan anggaran USAID berlaku bagi semua negara berkembang, tidak hanya di Indonesia.