Presiden Joko Widodo meninjau vaksinasi ulang di Pusat Kesehatan Masyarakat Jakarta Senin (18/7) untuk memastikan masyarakat mendapat informasi dan pelayanan yang baik dari Puskesmas dan Kementerian Kesehatan menyangkut kasus vaksin palsu.
"Kita melaksanakan vaksinasi ulang untuk korban-korban vaksin palsu yang telah di data dan ditelusuri baik oleh bareskrim Mabes Polri, Puskesmas maupun Kementerian Kesehatan," ujarnya.
"Saya datang ke sini ingin memastikan bahwa masyarakat mendapat informasi yang benar, mendapat penjelasan yang baik oleh Puskesmas dan Kementerian Kesehatan. Termasuk, pelayanannya di wilayah Jakarta."
Presiden meminta agar masyarakat tetap tenang, karena butuh kehati-hatian dalam melakukan penelusuran dan pendataan ulang korban vaksin palsu ini.
"Agar masyarakat tetap tenang. Peristiwa ini menyangkut waktu yang lama. Perlu kehati-hatian dan penelusuran dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga dapat semua terdata," ujarnya.
Presiden berharap ke depannya tidak terulang lagi kasus ini, serta ada perbaikan tata kelola industri obat dan distribusinya.
"Ini adalah momentum buat kita semua untuk memperbaiki tata kelola dan distribusi baik menyangkut industri farmasi, industri dan distribusi obat-obatan, termasuk di dalam vaksin. Tujuan kita adalah agar semua masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang baik," ujarnya.
Selain proses vaksinasi ulang, proses penegakan hukum juga berjalan untuk menuntaskan kasus vaksin palsu yang sudah berjalan belasan tahun. Presiden Joko Widodo menjelaskan, sudah memerintahkan Kapolri untuk menyelidiki setiap pihak yang terlibat.
"Saya juga telah memerintahkan kepada Kapolri untuk terus meneliti satu per satu secara detail jaringan pelaku vaksin palsu. Sehingga kedepannya tidak terulang lagi," ujarnya.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam kesempatan terpisah menuturkan, Mabes Polri masih terus menelusuri seluk beluk permasalahan vaksin palsu khususnya menyangkut rantai distribusinya. Polri akan melakukan penegakan hukum terhadap siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
"Penelusuran sampai ke mana, supaya clear jalur distribusinya. Kita lakukan penegakan hukum kepada mereka yang bersalah. Kalau ada dokter yang tahu dan sengaja, ya otomatis salah. Tapi kalau dia nggak tahu ya nggak salah. Di rumah sakit itu kan ada bagian yang menyiapkan obat, dokter adalah bagian yang menggunakannya, dia belum tahu apakah barang itu palsu atau tidak. Tapi ini sepanjang yang disediakan oleh rumah sakit ya," ujarnya.
Terkait dengan adanya tiga dokter yang menjadi tersangka dalam kasus ini, Kapolri menjelaskan masih dilihat fakta hukumnya apakah bisa dikenakan unsur pidana.
"Kalau fakta hukumnya yang bersangkutan sengaja dan tau bahwa itu palsu otomatis bisa kita kenakan pidana. Kalau dia tidak sengaja dan tidak tau sama sekali dan fakta hukum yang mendukung itu, maka tidak layak di proses pidana," katanya.
Tito mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak perlu khawatir dengan permasalahan ini.
"Kepada semua pihak untuk tetap tenang. Biarkan kepolisian dan Kementerian Kesehatan yang menelusuri dan mengambil langkah solusi jalan keluar.
Hingga kini sudah ada 23 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari enam produsen, sembilan distributor, dua pengumpul botol bekas, satu pemalsu label, dua bidan, dan tiga dokter. Pada Juni lalu, Mabes Polri merilis peredaran vaksin palsu ada di tujuh provinsi, diantaranya di Jakarta dan Jawa Barat.