Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Jumat (5/6), secara mengejutkan membatalkan perintah tinggal di rumah selama akhir pekan ini di 15 provinsi di negara itu.
Di akun Twitter-nya, Erdogan mengatakan, ia membatalkan keputusan itu karena berisiko menimbulkan serangkaian konsekuensi sosial dan ekonomi.
Ia tidak merinci lebih jauh alasan membatalkan keputusan yang diumumkan sebelumnya pada hari yang sama itu. Padahal, keputusan itu telah membuat banyak orang bergegas membatalkan rencana perjalanan kereta dan udara mereka untuk akhir pekan ini, dan bahkan untuk akhir pekan-pekan mendatang.
Erdogan hanya mengatakan, “Saya tidak tega membiarkan warga negara kita, yang baru menata kembali kehidupan sehari-hari setelah 2,5 bulan terkurung (karena pandemi), menderita.”
Meski demikian ia mendesak masyarakat Turki untuk mengenakan masker, mematuhi praktik-praktik social distancing dan menjaga kebersihan diri.
Kementerian Dalam Negeri sebelumnya mengumumkan perintah tinggal di rumah selama akhir pekan di 15 provinsi, termasuk Istanbul dan Ankara, meski Turki telah mencabut sejumlah pembatasan sebelumnya pekan ini.
Layanan perjalanan udara domestik kembali dibuka, restoran bisa kembali menerima tamu di ruang dalam, sementara pantai, kolam renang, taman, pusat kebugaran dan museum diizinkan beroperasi kembali.
Alpay Azap, seorang anggota Dewan Sains Turki, mengatakan, perintah terbaru tinggal di rumah selama akhir pekan diumumkan karena meningkatnya kasus virus corona di sejumlah kota di bagian tenggara Turki, seperti Gaziantep dan Diyarbakir, serta sejumlah kawasan di pantai Laut Hitam. Ia juga mengatakan jumlah kasus baru di Ankara juga belum menunjukkan penurunan.
Mengkhawatirkan dampak negatif yang mungkin muncul, Turki hanya memberlakukan perintah tinggal di rumah selama akhir pekan dan hari libur, dan bukan lockdown sepenuhnya,
Negara itu juga melarang orang-orang yang berusia di atas 65 dan anak-anak meninggalkan rumah. Pembatasan-pembatasan itu masih berlaku.
Turki berencana memulihkan operasi penerbangan internasional dengan 40 negara pada bulan Juni. Pada 10 Juni, negara itu aka memulainya dengan penerbangan dari dan ke Bahrain, Bulgaria, Qatar, Yunani dan Siprus.
Negara itu memiliki lebih dari 167.00 kasus yang telah dikukuhkan dengan 4.630 kematian. [ab/uh]