Gubernur Aceh Dr Zaini Abdullah kepada wartawan di Banda Aceh Senin siang (22/12) mengatakan, pihaknya telah menerima pesan dari staf kepresiden yang memastikan bahwa Presiden Joko Widodo berkenan menghadiri puncak peringatan 10 tahun tsunami di Banda Aceh, Jumat 26 Desember 2014 mendatang.
Gubenur Zaini mengatakan, ia sangat menginginkan Presiden dan Wakil Presiden hadir dalam peringatan 10 tahun tsunami di provinsi Aceh."Kita mengundang keduanya, baik Presiden maupun Wapres RI, Pak Jokowi maupun Pak Jusuf Kalla,” ungkapnya.
Media jaringan lokal Banda Aceh melaporkan, bahwa presiden dan ibu negara akan tiba di Banda Aceh, Kamis (25/12). Presiden juga dijadwalkan untuk bertemu dengan pejabat setempat, memberikan penghargaan kepada perwakilan negara dan donor internasional , serta beramah tamah dengan masyarakat dan ulama umara Aceh.
Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo akan berziarah ke pekuburan massal Aceh dan kembali ke Jakarta, Jumat petang (26/12).
Beberapa otoritas pemerintahan kabupaten kota Aceh, bertekad meningkatkan program-program pengurangan resiko bencana (PRB) dan sosialisasi kebencanaan di wilayah masing-masing, dalam momentum peringatan tsunami ini.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Pidie Apriyadi Ahmad meminta kepada pemeritah pusat dan provinsi agar merampungkan cetak biru (perencanaan tanggap darurat ) terkait kebutuhan anggaran, menambah beberapa peralatan dan perlengkapan menghadapi bencana, termasuk kebutuhan membangun jalur evakuasi dan teknologi pendukung lainnya.
“Hari ini di kabupaten kota (di Aceh), jalur-jalur evakuasi belum semua daerah terpenuhi. Jadi ketika bencana seperti tsunami terjadi, walau tidak kita harapkan, ini akan membuat kekacauan di masyarakat karena tidak ada jalur evakuasi. Serta pemenuhan sejumlah peralatan pendukung lain dalam menghadapi bencana, ini harus mejadi perhatian pemerintah,” jelas Pidie Apriyadi Ahmad.
Koordinator relawan kemanusian Teuku Asrizal dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Aceh Jaya mengatakan, di wilayahnya giat sosialisasi pengurangan resiko bencana (PRB) tetap menjadi prioritas, melibatkan seluruh pemangku kepentingan mulai dari sekolah , warga desa hingga para pejabat dari semua intansi pemerintah di kabupaten.
Namun, menurut Asrizal, untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana , beberapa alat kelengkapan yang terkait penanganan bencana di wilayahnya perlu lebih ditingkatkan.
“Kita (PMI) salah satunya terlibat melakukan evakuasi , namun alat pendukung evakuasi kita kekurangan, seperti mobil ambulance, perahu karet , dan itu harus disiagakan. Sayangnya, setelah 10 tahun tsunami, peralatan itu sudah hampir jadi rongsokan semua,” kata Asrizal.
Kabupaten Aceh Jaya terletak di pantai barat provinsi Aceh dan salah satu wilayah yang dinyatakan cukup rawan tsunami serta berbagai bencana lainnya, banjir dan longsor. Sebagian besar peralatan dan infrastruktur darurat kebencanaan di Aceh Jaya , tambah Asrizal, merupakan bantuan donor yang pernah diterima pascatsunami 2004 silam.
Warga Aceh memperingati 10 tahun tsunami dengan beragam cara. Walau jauh dari tepian pantai atau samudera, komunitas seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Gayo (DKG) Takengon di kawasan pegunungan tengah provinsi ikut mengenang para syuhada (korban) tsunami.
Kaum muda dan seniman melantunkan do’a dan syair berharap dapat memetik pelajaran dari bencana, mempererat persahabatan antarbangsa serta memegang teguh nasihat guru dan orang tua.
Warga Takengon, Genali Abu Bakar Bintang mengatakan penanganan pasca tsunami multi aspek diharap menjadi pembelajaran bagi warga Aceh dan warga dunia. Genali mengisahkan, saat gempa besar melanda kawasan pegunungan tengah provinsi Aceh, pada Juli 2013 lalu.
“Gempa berkali kali, malam hari juga gempa waktu itu, ya ya gempa yang Juli 2013 lalu itu membuat kami cukup panik, warga ramai berhamburan ke luar rumah. Kami hanya bisa berserah, pasrah,” kata Genali Abu Bakar Bintang.
Genali mengatakan, selain tsunami lalu, Aceh rawan bencana gempa, banjir dan tanah longsor. Latihan-latihan tentang tanggap bencana perlu ditingkatkan disekolah maupun komunitas warga (desa siaga).
Pekan lalu, Bank Dunia menggelar konferensi internasional menyatakan , Manajemen risiko bencana yang diterapkan Bank Dunia di Aceh memberi manfaat untuk menangani bencana di berbagai belahan dunia lain, terutama yang memiliki kemiripan situasi dengan Aceh.
Gempa 9,2 Skala Ricther (SR) memicu Tsunami di lepas pantai barat provinsi Aceh pada 26 Desember 2004 silam, lebih 300 ribu orang tewas di sejumlah negara, sebagian besar korban merupakan warga Aceh.