Untuk hari ketiga berturut-turut para demonstran turun ke jalan-jalan di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC), setelah setidaknya 15 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam demonstrasi disertai kekerasan pada hari Senin dan Selasa menentang misi PBB di negara itu.
PBB Selasa lalu (26/7) mengatakan satu personil penjaga perdamaian dari Maroko dan dua polisi internasional dari India yang bertugas di misi pasukan penjaga perdamaian PBB di DRC dibunuh, dan seorang polisi dari Mesir luka-luka. Para korban bertugas di pangkalan PBB di Butembo, di propinsi Kivu Utara, ketika “sejumlah penyerang merebut senjata dari polisi Kongo” dan menembaki para personil PBB.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk aksi kekerasan yang menarget beberapa pangkalan PBB di Kivu Utara sejak Senin lalu (25/7).
Para demonstran membakar dan memaksa masuk ke kantor misi PBB di Goma, menuduh pasukan penjaga perdamaian telah gagal melindungi warga sipil di tengah meningkatnya aksi kekerasan di wilayah timur Kongo. Mereka menuntut pasukan PBB, yang sudah bertahun-tahun berada di Kongo, untuk meninggalkan negara itu.
Wilayah timur Kongo yang kaya mineral merupakan benteng kelompok pemberontak. Keamanan di wilayah itu memburuk meskipun tentara Kongo dan Uganda telah menggelari operasi darurat selama satu tahun terakhir ini. Warga sipil di bagian timur juga harus menghadapi aksi kekerasan kelompok pemberontak yang terkait ISIS.
Pada bulan Juni 2021 dan Juni 2022, misi penjaga perdamaian PBB menutup kantornya di kawasai Kasai Central dan Tanganyika. Menurut PBB, misi itu memiliki lebih dari 16.000 personil berseragam di Kongo.
Aksi protes itu berlangsung saat meningkatnya pertempuran antara pasukan Kongo dan pemberontak M23, yang memaksa hampir 200.000 orang melarikan diri dari rumah mereka. Menurut laporan Human Rights Watch, kelompok pemberontak M23 telah menunjukkan peningkatan kemampuan pertahanan dan tembak-menembak mereka. [em/jm]
Forum