Burung asal Papua yang dilindungi dan akan diselundupkan melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, antara lain cendrawasih kepala biru dan cendrawasih ekor panjang, kakaktua merah, kakaktua kuning, dan julang emas.
Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Balai Karantina Pertanian dan BKSDA Jawa Timur, menangkap dua palaku dan mengamankan aneka burung yang dikemas dalam botol plastik air minum dan kardus, yang baru turun dari Kapal Motor Gunung Dempo.
Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, AKBP Arnapi mengatakan, sindikat perdagangan satwa antarpulau melalui jalur laut ini melibatkan oknum awak kapal. Perdagangan burung bernilai ratusan juta rupiah ini diduga melibatkan kolektor dan pemilik modal besar dari Jakarta.
“Dari Sorong ke Surabaya rencananya keterangan yang kita terima itu mau dikirim ke Jakarta oleh oknum, inisial S ini, ke Jakarta untuk dijual. Sindikatnya seperti itu terputus disitu, tapi ini juga masih kita dalami barangkali ada pemodal dan sebagainya, karena ini kan terkait juga dengan mungkin uang yang lumayanlah nilainya,” kata AKBP Arnapi, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Dari 34 ekor burung yang berusaha diselundupkan, delapan ekor didapati mati akibat kekurangan oksigen selama dalam perjalanan dari Papua ke Surabaya. Kabid Pengawasan dan Penindakan, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Retno Oktorina mengungkapkan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan dan perawatan kesehatan bagi satwa yang masih hidup, sambil menunggu proses hukum bagi pelaku penyelundupan.
“Ya ini kita rawat dulu, sambil kita amankan dulu, kita rawat juga supaya dia balik lagi kondisinya, dogotong rono digotong rene(dibawa kesana kemari), dijepit. kan waktu berangkatnya naik kapal dia tidak dapat cukup udara untuk bernafas dan bergerak, sehingga kita lakukan pemulihan dulu di karantina,” jelas Retno Oktorina.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, Ayu Dewi Utari menuturkan bahwa diperlukan kerjasama dari semua pihak untuk mencegah dan memberantas praktek perdagangan satwa. Ayu meminta pengawasan dan pengetatan keamanan juga dilakukan di wilayah-wilayah asal burung itu ditangkap, agar tidak sampai diselundupkan ke daerah lain seperti Surabaya.
“Kita memang semuanya komitmen untuk tetap menangkap, melakukan operasi represif seperti itu, tapi disisi lain kita minta dari wilayah-wilayah lain, pelabuhan-pelabuhan lainnya itu juga concern untuk melakukan pengawasan atas muatan dari kapal-kapal yang berlayar dari wilayah-wilayah itu. Jadi dua belah pihak jalan, jangan semuanya ucul (lepas) terus akhirnya semua numpuk brek (semua) di Pelabuhan Tanjung Perak,” kata Ayu Dewi Utari.
AKBP Arnapi menambahkan, peningkatan pengamanan dan pengawasan harus dilakukan di pelabuhan-pelabuhan di luar Jawa, yang selama ini masih sangat longgar terhadap upaya penyelundupan. Penyediaan peralatan keamanan seperti X-ray dirasa sangat membantu mencegah upaya penyelundupan barang terlarang, termasuk satwa liar dilindungi.
“Langkah yang paling tepatnya itu adalah pemasangan daripada X-ray di masing-masing pelabuhan, sehingga semua barang yang masuk itu bisa melalui X-ray tersebut, seperti halnya di Surabaya ini, di Pelabuhan Tanjung Perak. Kalau itu bisa dilaksanakan dari sisi keamanan khususnya wilayah Tanjung perak ini, kita menilai bahwa efektifitas X-ray di pelabuhan laut itu sangat penting sekali, sangat efektif sekali,” imbuh AKBP Arnapi.
Hingga kini belum semua pelabuhan di Indonesia memiliki peralatan keamanan berupa X-ray, karena alasan keterbatasan anggaran. Kepala Humas Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, Edi Priyanto, mengatakan penempatan peralatan keamanan berupa X-ray telah dilakukan di pelabuhan-pelabuhan di bawah kendali Pelindo III yang membawahi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Bali serta Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
“Ini harus dilakukan pengawasan secara menyeluruh. Jadi ketika di pelabuhan ada institusi yang berwenang untuk itu, jadi ada Karantina Hewan Tumbuhan, ada Bea Cukai, mereka harus punya peran juga. Jadi jangan hanya mengharapkan pengawasan dari security yang ada di pelabuhan, karena mereka tugas utamanya bukan itu tapi melakukan pengamanan. Tapi untuk pengawasan terhadap hewan, tumbuhan, benda-benda langka ini kan ada tugas khusus, karena kewenangan Pelindo kan sebagai operator. Kalau kami prinsipnya kita kan membantu ya, jadi untuk fasilitas-fasilitas di terminal penumpang, X-ray sudah kita pasang semua, cuma harus ada namanya pemeriksaan ekstra,” kata Edi Priyanto. [pr/lt]