Seorang pejabat senior Amerika menyatakan Qatar telah setuju untuk sementara memperpanjang pembatasan perjalanan dan pemantauan terhadap lima pemimpin senior Taliban yang disebut "Taliban Five".
Mereka tahun lalu dibebaskan dari pusat tahanan Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba, sebagai imbalan pembebasan seorang Amerika yang ditawan. Pada saat bersamaan, Amerika Serikat mengakui ada beberapa warganya yang ditawan oleh pemberontak Houthi di Yaman.
Direktur Badan Intelijen Amerika (CIA) John Brennan mengatakan, pembatasan terhadap Taliban Five itu akan tetap berlaku hingga ada solusi diplomatik mengenai nasib mereka. Pembatasan satu tahun itu akan kadaluwarsa Senin ini.
Dalam acara Face the Nation di stasiun televisi CBS hari Minggu, Brennan mengatakan, kelima orang itu adalah warga negara Afghanistan dan ia berkomunikasi secara pribadi dengan para pejabat Qatar mengenai kepentingan keamanan nasional Amerika.
Saya ingin memastikan bahwa mereka tidak dibiarkan kembali berjuang, dan menurut saya ini adalah bagian dari proses rehabilitasi, selain proses pemantauan. Karena itu, terkait pengaturan yang dapat diselesaikan bersama dengan Qatar dan Afghanistan, kami masih berusaha meninjau kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Qatar tahun lalu setuju menerima Taliban Five sebagai bagian dari perjanjian untuk membebaskan Sersan Angkatan Darat Amerika Bowe Bergdahl, yang ditawan Taliban di Afghanistan selama lima tahun, sejak ia meninggalkan pos militernya. Bergdahl telah dikenai dakwaan desersi.
Menurut salah seorang legislator Amerika, sedikitnya satu dari kelima orang itu berhubungan dengan para anggota jejaring Haqqani yang terkait al-Qaida tahun lalu, sewaktu berada di Qatar.
Empat lainnya masih masuk daftar hitam PBB, yang membekukan aset mereka dan memberlakukan larangan perjalanan terpisah, meskipun PBB mengakui sanksi-sanksi terhadap mereka telah diakali.
James Jeffries dari Lembaga Kajian Timur Dekat Washington dan mantan duta besar Amerika untuk Irak, mengatakan, ia yakin Amerika menekan Qatar agar tidak membiarkan kelima anggota Taliban itu pergi.
"Menggusarkan sekali mendengar mereka berencana melakukan perjalanan. Rakyat Amerika pada dasarnya diberitahu bahwa dalam pertukaran ini, pihak berwenang Qatar akan memastikan orang-orang itu tidak akan kembali berperang melawan pasukan kami. Masih ada 9.800 tentara kami di Afghanistan. Kalau orang-orang itu dibiarkan pergi, mereka akan kembali memerangi pasukan kami," kata James Jeffries.
Sementara merundingkan nasib Taliban Five, Amerika juga terlibat dalam perundingan dengan pemberontak Houthi yang bertujuan untuk mencari solusi bagi pertempuran di Yaman. Seorang pejabat Yaman mengatakan, pembicaraan di Oman itu berlangsung menyusul permintaan Amerika untuk melakukan dialog.
Analis terorisme Greg Barton dari Universitas Monash Australia mengatakan sukar dibayangkan dialog semacam itu berlangsung tanpa persetujuan Arab Saudi, sekutu penting Amerika, yang memimpin serangan udara koalisi terhadap pemberontak Houthi di Yaman sejak akhir Maret.
Meskipun menjadi anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), Oman tidak berpartisipasi dalam serangan udara yang dipimpin Arab Saudi. Sebuah konferensi perdamaian mengenai Yaman yang diperantarai PBB ditangguhkan pekan lalu setelah Presiden Yaman yang mengasingkan diri Abdu Rabu Mansour Hadi menuntut pemberontak Houthi lebih dulu mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB dan mundur dari wilayah yang mereka rebut, agar pembicaraan dapat dilakukan.
Sementara itu, The Washington Post melaporkan pemberontak Houthi menawan sedikitnya empat orang Amerika di sebuah penjara di ibukota, Sana’a. Disebutkan bahwa salah seorang tawanan sebelumnya akan dibebaskan, tetapi keputusan itu dibatalkan.
Menurut harian itu, penahanan keempat orang itu, tiga di antaranya bekerja di sektor swasta dan seorang lagi yang tidak diketahui pekerjaannya memiliki kewarganegaraan Amerika dan Yaman, telah merumitkan operasi kontraterorisme Amerika.
Seorang warga negara Amerika lainnya, disebut bernama Sharif Mobley, telah ditahan bertahun-tahun atas tuduhan terkait terorisme. The Post menyatakan mereka termasuk di antara puluhan warga negara Amerika yang tidak dapat meninggalkan Yaman atau memilih untuk bertahan di sana setelah Kedutaan Besar Amerika ditutup bulan Februari lalu.