Sebagian besar jamaah yang salat di salah satu masjid di perbatasan timur Ukraina baru-baru ini tampaknya adalah tentara yang mengenakan seragam kamuflase.
Mullah Murah Suleymanov seusai salat memanjatkan doa agar Allah melindungi masjid mereka, melindungi Ukraina dan menghukum para tiran. Ia mengingatkan jamaahnya bahwa Ramadan adalah bulan kemenangan. Seluruhnya ada 16 orang ikut salat berjemaah yang diimami Suleymanov. Sebelas orang, termasuk seorang perempuan, mengenakan seragam militer.
Said Ismagilov hadir di antara jamaah. Sewaktu perang mulai berkobar, ia telah 13 tahun bekerja sebagai mufti di Ummah, badan administrasi Muslim Ukraina, di sebuah masjid di Donetsk, Ukraina Timur. Ia mengatakan, “Mereka selalu menembakkan roket ke taman, tapi mereka tidak berhasil dan selalu jatuh ke sebelah. Semalam ada tiga selongsong artileri yang jatuh agak jauh.”
Banyak jendela masjid itu yang pecah. Tembok juga berlubang-lubang di beberapa tempat terkena pecahan amunisi.
Setelah banyak orang mengungsi yang membuat masjid tempatnya bekerja kosong, ia berganti haluan. Lelaki dari etnis Muslim Tatar itu kini bekerja sebagai supir ambulans. Bersama dengan sukarelawan paramedis, ia mengevakuasi prajurit yang terluka dari garis depan.
Ismagilov menjelaskan tentang pilihannya itu sebagai berikut. "Saya punya dua opsi, bertahan di masjid, meladeni wawancara, menyerukan keadilan dan berdoa, atau bangkit dan membela tanah air saya. Saya memilih opsi kedua.”
Banyak tempelan penutup penyok atau lubang bekas pecahan peluru di mobil ambulansnya yang diparkir di halaman luar masjid. Meskipun hidup di tengah bahaya, ia mengaku selalu merasakan ada kekuatan dan perlindungan dari Allah. Sudah berkali-kali ambulansnya terkena pecahan peluru, tetapi ia bersyukur tidak cedera.
Tahun lalu, ia melewatkan Ramadan di Lysychansk, kota yang mendapat gempuran hebat artileri sebelum militer Ukraina akhirnya mundur dari sana.
Ismagilov tetap menjalankan ibadah puasa. Selain karena sudah biasa melewatkan Ramadan pada masa perang, ia tidak terlibat langsung dalam pertempuran. Sebagian besar waktu siangnya ia gunakan untuk mengemudikan ambulansnya atau berada di tempat stabilisasi, bangunan di mana orang yang cedera mendapat perawatan medis pertama. Ia juga berusaha tetap salat tarawih.
Sementara itu Suleymanov, yang menggantikan posisi Ismagilov sebagai mufti pada November lalu, mengatakan, ia yakin banyak pejuang Muslim yang ambil bagian dalam pertempuran ingin tetap berpuasa.
"Kita tahu bahwa Ramadan adalah bulan kesabaran. Sewaktu berpuasa, kita tidak boleh makan dan minum, kita juga menghindari ucapan dengan kata-kata buruk atau melakukan perbuatan buruk. Bagi saya lebih mudah untuk menaati aturan ini pada masa perang. Ini membuat saya merasa lebih percaya diri,” ujarnya.
Seorang tentara yang berdiri di luar masjid membenarkan bahwa sebagian besar tentara Muslim berpuasa, kecuali jika mereka sedang dalam misi tempur.
Sementara itu, Ismagilov mengaku tidak tahu apakah ia akan merayakan Idulfitri pada akhir bulan ini. “Beruntung sekali kalau kita bisa mengunjungi masjid sekarang ini. Kita tidak pernah tahu berapa banyak yang akan datang, atau apakah mereka akan datang,” lanjutnya. “Jika ada serangan hebat, kami mungkin berkumpul di ruang bawah tanah untuk salat d sana.” [uh/ab]
Forum