Tidak seperti di Indonesia, Ramadhan di kalangan pelajar SMA di Amerika bukanlah kata yang populer. Secara umum, tidak banyak yang tahu apa arti dan makna bulan suci bagi umat Islam itu. Tak mengherankan, para pelajar Muslim yang menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, kerap menghadapi tantangan tersendiri.
Zahrah Rehman adalah seorang pelajar di SMA Woodrow Wilson di Washington DC. Remaja keturunan Pakistan ini mengaku, banyak teman-temannya -termasuk sahabat dekatnya, yang terheran-heran.
“Sungguh menggelikan. Setiap saya berpuasa pada bulan Ramadhan, teman-teman dekat saya bertanya sambil menggoda, ‘Hai, gimana bulan anoreksia mu?’, ‘Apa kamu akan makan?’, ‘Apa kamu akan mati?’, ‘Apa kamu perlu menjadi anoreksia?’”, kata Zahrah menceritakan reaksi teman-teman sekolahnya.
Mengingat Islam bukanlah agama mayoritas, kegiatan sekolah juga berlangsung seperti biasa. Saat pelajaran olahraga, para pelajar Muslim juga harus mengikutinya. Zahrah mengaku, pada Ramadhan tahun lalu -- yang seperti tahun ini jatuh pada musim panas, lari bukanlah olahraga favoritnya.
“Saya harus lari bermil-mil, padahal saya tidak boleh minum dan bisa mengalami dehidrasi. Tapi saya kuat. Kebiasaan berpuasa melatih kekuatan saya,” ungkap Zahrah.
Waktu yang juga relatif berat dihadapi para pelajar SMA adalah istirahat makan siang. Bayangkan, mereka harus menahan rasa lapar dan haus sementara teman-teman menikmati makan siang. Abdul Aseem adalah pelajar SMA William L. Dickinson di Jersey City, New Jersey.
“Waktu makan siang, saya biasanya duduk bersama teman-teman di ruang makan, Mereka sering menggoda dengan menawarkan berbagai makanan, seperti cokelat. Berat pada awalnya, tapi kemudian saya menjadi terbiasa,” kata Abdul.
Saat istirahat makan siang, Abbas Salim, rekan sekelas Abdul, lebih suka menghindari ruang makan.
“Saya biasanya pergi ke perpustakaan, di lantai atas ada ruang belajar, saya dan teman-teman biasanya belajar atau bermain komputer di sana,” ujar Abbas.
Zahrah juga pergi perpustakaan pada saat istirahat makan siang. Ia merasa, saat Ramadhan, persahabatan dengan teman-teman sesama Muslim semakin erat.
Ini agak berbeda dengan Abdul yang mengaku, “Saya punya banyak teman yang bukan Muslim. Mereka menganut Hindu, Kristen atau lainnya. Saya mengajarkan pada mereka mengenai prinsip-prinsip ajaran Islam, seperti puasa. Mereka tertarik, sempat mempraktikkan puasa selama beberapa hari.”
Ramadhan ternyata tidak hanya mempererat persaudaraan sesama Muslim. Menurut Abdul, Ramadhan juga mengembangkan rasa toleransi antar agama.