Dalam komedi semiotobiografi yang bertajuk "Ramy", komedian Ramy Youssef membuat satire kehidupan sehari-hari kaum milenial generasi pertama muslim Amerika keturunan Arab. Pertunjukkannya digambar dengan penuh kelucuan, sindiran dan apa adanya, guna menyingkirkan stereotipe mengenai muslim di Amerika.
"Saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya lihat orang tua saya dan betapa kuatnya mereka, dan betapa mereka tahu semuanya akan baik-baik saja karena mereka punya Tuhan. Dan ya, saya berhubungan seks meskipun saya tidak menikah. Lantas kenapa? Apakah ini berarti saya bukan muslim yang baik?” kata Ramy Youssef.
Ramy Youssef mengatakan tujuannya membuat pertunjukan komedi Ramy adalah untuk membuat sosoknya sebagai imigran muslim keturunan Arab relevan dengan para pemirsa Amerika, apapun latar belakang budaya, usia ataupun agamanya.
"Saya ingin fokus pada sebuah keluarga muslim keturunan Arab dan memperlihatkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi, serta memperlihatkan sisi kemanusiaan mereka dan benar-benar menyoroti seperti apa kehidupan mereka lebih jauh dalam kisah spiritual modern," katanya.
Pertunjukan itu mengangkat cerita mengenai bagaimana menjalankan ajaran Islam di tengah kehidupan Amerika yang sekuler, perbedaan multigenerasi di kalangan keluarga imigran, isu-isu gender, karier dan pernikahan. Misalnya dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Ramy ingin berusaha untuk menjalankannya dengan baik.
Perasaan ini umum dirasakan oleh banyak di antara mereka yang datang ke Dar Al Hijrah Islamic Center di Northern Virginia, untuk sholat dan berbuka puasa selama bulan Ramadhan.
"Berusaha menghubungkan pemahaman agama kita mengenai saling membantu, menjadi penolong tetangga kita, dan berusaha menjalani kehidupan spiritual. Ini menjadi agak sulit di tengah kehidupan yang digerakkan oleh media sosial dan materi serta kesibukan tiada henti, dalam bidang pekerjaan, tugas dan hal-hal lain seperti itu," kata Saif Rahman dari Dar Al-Hijrah Islamic Center
Masjid Dar Al-Hijrah memiliki bagian terpisah bagi jemaah lelaki dan perempuan untuk meminimalkan sosialisasi dan distraksi sewaktu sholat. Tetapi Rami membuatnya sebagai bahan lelucon mengenai seksisme yang mendasarinya di mana kaum lelaki, kebanyakan, memiliki hak bersuara yang lebih besar dan ruang yang lebih lapang.
Bagi perempuan muslim Amerika keturunan Arab seperti Fatima, Islam adalah bagian dari identitas mereka.
“Kadang-kadang sulit. Saya harus berpakaian sederhana dan orang mungkin melihat saya dan memberitahu saya bahwa di luar cuaca panas. Tetapi saya tidak memasukkan dalam hati karena saya terbiasa dengan itu," kata Fatima.
Sebagaimana sosok Ramy di layar, Hossein Goal melihat ada perbedaan pandangan antargenerasi di kalangan muslim keturunan Arab.
"Menurut saya perubahan pada setiap generasi terjadi di seluruh dunia, khususnya dengan teknologi yang ada sekarang ini. Dan saya pikir agama adalah sesuatu yang harus dipilih seseorang, bukan sesuatu yang diwarisi," kata Hossein Goal.
Bagi Ramy sang komedian maupun sosok dalam pertunjukannya, mempraktikkan ajaran Islam merupakan pilihan pribadi dan merupakan bagian integral dari identitasnya sebagai warga Amerika. Saif Rahman dari Dar Al Hijrah Islamic Center menyuarakan perasaan serupa.
"Saya sebenarnya mulai bosan meminta maaf karena menjadi seorang muslim, karena memang tidak ada alasannya. Saya orang Amerika, saya muslim dan itulah yang saya pikir, saya dan warga muslim Amerika lainnya mulai bosan berusaha menjelaskannya," kata Saif Rahman. [uh/ew]