Puluhan aktivis berkumpul di gerbang-gerbang markas besar Angkatan Bersenjata Filipina di Metro-Manila pada Jumat, untuk memprotes penghilangan paksa empat aktivis buruh Filipina. Keempat orang itu diduga ditangkap secara ilegal oleh mereka yang diduga anggota militer.
Organisasi perempuan sayap kiri Gabriela mengatakan bahwa aktivis buruh Ador Juat, bersama dengan Elizabeth 'Loi' Magbanua, diduga diculik Mei lalu dalam pertemuan dengan para pekerja. Sementara itu, Elgene Mungcal dan Ma. Elena 'Che' Cortez Pampoza, terakhir kali terlihat pada 3 Juli di provinsi Tarlac, Filipina Utara. Mereka masih belum ditemukan.
Penghilangan paksa baru-baru ini menimbulkan kembali ketakutan di kalangan aktivis HAM dan sayap kiri mengenai berulangnya kekejaman yang terjadi selama bertahun-tahun era darurat militer di bawah pemerintahan diktator Ferdinand Marcos, yang digulingkan dalam pemberontakan prodemokrasi pada tahun 1986.
Putranya, Ferdinand Marcos Jr., menang pemilihan presiden 9 Mei lalu dengan selisih suara besar. Ia mulai menjabat pada 30 Juni lalu.
“Dalam sejarah kami selama era darurat militer ada banyak penghilangan paksa, banyak yang diculik dan tidak ada keadilan yang ditegakkan hingga sekarang dan kini ini terjadi lagi,” kata Perwakilan Gabriela, Arlene Brosas. Ia menambahkan, “Apa ini? Dilanjutkannya pemerintahan tangan besi?”
Para demonstran memukul-mukul pintu gerbang Angkatan Darat dengan panci dan wajan sambil meneriakkan nama para aktivis yang hilang dan “Muncul” dalam bahasa Tagalog.
Marcos Jr. akan menyampaikan pidato kenegaraan pertamanya pada hari Senin di hadapan sidang gabungan Kongres.
Para aktivis HAM telah menuntut agar ia membeberkan rencana untuk melindungi HAM dan demokrasi, membebaskan mantan oposisi Senator Leila de Lima dan pengecam pemerintah lainnya yang ditahan dan menuntut pendahulunya, Rodrigo Duterte, atas ribuan pembunuhan yang sebagian besar diduga orang miskin di bawah kampanye antinarkoba yang dilakukan polisi. [uh/ab]
Forum