Ratu Elizabeth, pemimpin kerajaan Inggris yang paling lama berkuasa, telah meninggal dalam usia 96 tahun.
Pangeran Charles meneruskan kepemimpinan Kerajaan Inggris dan langsung menjadi raja.
Raja Charles lewat akun Twitter mengatakan, "Kepergian ibunda tercinta Baginda Ratu adalah kesedihan terbesar bagi saya dan seluruh anggota keluarga saya. Kami sangat berduka atas meninggalnya seorang pemimpin yang disayangi dan seorang ibu yang sangat dicintai. Saya tahu kepergiannya akan sangat dirasakan di seluruh negeri dan negara-negara persemakmuran, dan oleh banyak orang di seluruh dunia."
Sehari sebelumnya ratu membatalkan pertemuan dengan Privy Council, dewan penasihat yang merupakan orang-orang terdekatnya, yang paling dipercaya.
Ratu Elizabeth II mengangkat Truss sebagai Perdana Menteri di Balmoral hari Selasa (6/9) dan bukan di London, seperti biasanya. Ratu Elizabeth II biasanya bertemu dengan perdana menteri baru di Istana Buckingham.
Elizabeth yang awalnya tidak diperkirakan menjadi ratu, berkuasa selama 70 tahun, setelah ayahnya, George VI, meninggal pada tahun 1952. George VI naik tahta ketika kakaknya, Raja Edward VIII turun tahta pada 1936.
Sepanjang kepemimpinannya, Ratu Elizabeth bekerja dengan 15 perdana menteri, dimulai dengan Winston Churchill. Ia menjadi pemimpin negara bagi untuk pemerintahan Partai Buruh dan Konservatif, sesuai dengan tradisi kerajaan yang tetap netral dalam masalah politik.
Ia membantu Inggris melalui masa-masa sulit setelah Perang Dunia II berakhir, Perang Dingin, krisis ekonomi, konflik di Irlandia Utara, pembentukan Uni Eropa dan Brexit.
Ratu Elizabeth, mengundang kekaguman karena dedikasinya pada pekerjaannya, dan juga dianggap oleh banyak orang Inggris sebagai pilar kekuatan bagi negara tersebut ketika Inggris menavigasi pengaruhnya di dunia yang semakin berkurang.
Pada 9 September 2015, Ratu Elizabeth resmi menjadi pemimpin kerajaan Inggris yang paling lama memerintah. Hari bersejarah itu, ia habiskan dengan melakukan tugas sehari-harinya, termasuk meresmikan kereta api baru di Skotlandia.
"Tidak bisa dipungkiri, umur panjang artinya melewati banyak tonggak sejarah, tidak terkecuali saya sendiri," katanya pada upacara tersebut.
Ratu Elizabeth pernah berkunjung ke Indonesia pada tahun 1974, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Naik Tahta
Sebagai seorang bangsawan muda, Putri Elizabeth langsung berada di garis tahta ketika pamannya, Edward VIII, turun tahta pada tahun 1936 untuk menikahi seorang janda Amerika.
Ayahnya, George VI, mewarisi peran kepala negara, dan memimpin monarki dari tahun 1936 hingga meninggal pada tahun 1952.
Putri Elizabeth sedang melakukan tur di Kenya ketika dia mengetahui kematian ayahnya. Dia baru berusia 25 tahun saat itu dan baru empat tahun menikah dengan Letnan Angkatan Laut Philip Mountbatten, seorang pangeran Yunani, yang dia nikahi pada usia 21 tahun.
Mereka kemudian memiliki empat anak, Charles, lahir pada tahun 1948, Anne, lahir pada tahun 1950, Andrew pada tahun 1960 dan Edward pada tahun 1964.
Setahun setelah kematian ayahnya, Elizabeth dinobatkan pada tahun 1953 di sebuah upacara di Westminster Abbey London, yang pertama kali disiarkan langsung ke dunia. Diperkirakan 20 juta warga Inggris menonton di televisi dan jutaan lainnya menonton dari luar negeri, menurut BBC, yang menyiarkan acara tersebut.
Keberhasilan Ratu Elizabeth
Para pendukungnya mengatakan dia berperan penting dalam membantu monarki bertahan di Inggris ketika institusi tersebut telah ditinggalkan di banyak negara di seluruh dunia.
Dikenal karena pragmatisme dan dedikasinya terhadap tugasnya, sang ratu menjadi simbol Inggris di mata banyak orang. Lewat kehadirannya di berbagai acara untuk mewakili negaranya, Ratu Elizabeth dihormati oleh mayoritas besar di Inggris dan juga populer di luar negeri dan menjadi salah satu tokoh dunia yang paling dikenal.
Surat kabar Britain's Express melaporkan pada tahun 2020 bahwa ratu telah melakukan perjalanan lebih dari satu juta kilometer, menyebutnya "kepala negara yang paling sering bepergian sepanjang masa." Laporan itu mengatakan dia telah mengunjungi 110 negara, dan perjalanan terpanjangnya adalah tur yang ia lakukan di negara persemakmuran sepanjang 70.800 km pada tahun 1953.
Pada tahun 2002, Ratu Elizabeth melakukan perjalanan lebih dari 64.400 mil untuk merayakan Golden Jubilee - 50 tahun memangku takhta - termasuk kunjungan ke Karibia, Australia, Selandia Baru dan Kanada serta 70 kota dan kota di Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara.
Beberapa perjalanannya merupakan tonggak diplomatik bagi Inggris, termasuk kunjungannya ke Jerman Barat pada tahun 1965, kunjungan resmi pertama oleh kerajaan Inggris ke Jerman sejak 1913. Perjalanan itu menandai peringatan 20 tahun berakhirnya Perang Dunia II.
Pada tahun 1986, Ratu Elizabeth menjadi ratu Inggris pertama yang mengunjungi daratan China, dan 25 tahun kemudian ia menjadi ratu Inggris pertama dalam 100 tahun yang melakukan perjalanan ke Republik Irlandia.
Pidatonya di Irlandia pada tahun 2011 dipuji, ketika ia mengatakan kunjungannya “mengingatkan kita pada kompleksitas sejarah kita, dengan banyak dimensi dan tradisinya, dan pentingnya kesabaran dan konsiliasi. Mampu tunduk pada masa lalu, tetapi tidak terikat olehnya.”
Ratu Elizabeth adalah patron lebih dari 500 badan amal di Inggris. Penelitian dari Charities Aid Foundation yang dirilis pada 2012, ketika ia merayakan 60 tahun takhta, menunjukkan bahwa Ratu Elizabeth telah membantu organisasi mengumpulkan hampir $2 miliar.
Masalah yang Dihadapi Ratu Elizabeth
Ratu Elizabeth telah menjadi subjek dari sejumlah buku, film, dan acara televisi, namun ia tetap penuh misteri. Dia sangat tertutup.
Meskipun dikenal akan kecintaannya pada pacuan kuda, pakaian berwarna cerah, dan anjing jenis corgi Welsh, ia tidak pernah mempublikasikan pendapat pribadinya.
Ratu Elizabeth banyak disoroti publik ketika menghadapi masa-masa sulit selama masa pemerintahannya, yang banyak di antaranya terkait dengan masalah dalam keluarga kerajaan sendiri.
Pada tahun 1992 dalam sebuah pidato untuk menandai ulang tahun ke-40 masa kepemimpinannya, ia mengatakan bahwa tahun itu "adalah 'Annus Horribilis' - bahasa Latin untuk" tahun yang mengerikan," setelah tiga dari empat anaknya mengumumkan keputusan untuk berpisah atau bercerai, yaitu Pangeran Charles, Pangeran Andrew dan Putri Anne.
Pernikahan Pangeran Charles yang bermasalah dengan Putri Diana telah lama menjadi sumber ketegangan bagi keluarga kerajaan karena publik seringkali bersimpati dan mendukung Putri Diana.
Setelah Putri Diana tewas dalam kecelakaan mobil pada tahun 1997, Ratu Elizabeth mendapat kecaman karena tidak segera berbicara kepada publik atau kembali ke Istana Buckingham dari liburannya di Balmoral. Lima hari setelah kematian Putri Diana, ia akhirnya tunduk pada tekanan publik dan kembali ke istana untuk menyampaikan pidato langsung sebagai penghormatan kepada Diana.
“Dia adalah manusia yang luar biasa dan berbakat. Dalam suka dan duka, dia tidak pernah kehilangan kemampuannya untuk tersenyum dan tertawa, atau menginspirasi orang lain dengan kehangatan dan kebaikannya,” kata ratu.
Pada 2019, putra kedua ratu, Pangeran Andrew, meninggalkan tugas kerajaannya karena hubungannya dengan Jeffrey Epstein, seorang terpidana pelanggar seks yang meninggal di penjara New York pada 2019.
Pangeran Andrew dituduh oleh seorang perempuan Amerika telah melakukan pelecehan seksual di rumah Epstein. Pangeran Andrew telah membantah tuduhan itu.
Cucu ratu, Harry dan istrinya, Meghan, juga berhenti melakukan tugas kerajaan karena adanya perselisihan tentang bagaimana peran mereka dalam kerajaan setelah meninggalkan Inggris. Pasangan itu pindah ke Amerika Serikat dan dalam sebuah wawancara televisi pada tahun 2021 menuduh anggota kerajaan yang tidak disebutkan namanya berperilaku rasis terhadap Meghan, yang biracial. Mereka mengatakan anggota keluarga tersebut bukan Ratu Elizabeth.
Ratu menanggapi tuduhan itu lewat sebuah pernyataan yang mengatakan tuduhan itu "dianggap sangat serius dan akan ditangani oleh keluarga secara pribadi."
Ratu Elizabeth menerima simpati besar setelah kematian suaminya, Pangeran Philip, pada April 2021, hanya beberapa minggu sebelum ulang tahun Pangeran Philip yang ke-100.
Mereka menikah selama 73 tahun, dan Pangeran Philip mendampingi ratu di sisinya, atau dua langkah di belakangnya di acara-acara resmi yang diwajibkan oleh protokol kerajaan.
Ratu Elizabeth memuji Pangeran Philip setelah kematiannya sebagai "sumber kekuatan dan andalan" baginya selama pernikahan mereka dan pemerintahannya. [dw/np]
Forum