Di Libya menjelang maghrib, pekerja berkumpul untuk berbuka puasa bersama. Mereka menikmati makanan yang disediakan gratis dalam Ramadan Charity Meals, acara amal yang diadakan setiap tahun selama bulan suci Ramadan.
"Alhamdulillah ada buka puasa. Saya datang ke sini setiap hari untuk buka puasa bersama di mana semua orang duduk bersama, sungguh menyenangkan. Saya bekerja 12 jam tanpa istirahat, lalu saya datang ke sini untuk berbuka puasa," kata seorang pekerja asal Bangladesh, Rass Al-Khan.
Di Misrata, badan amal yang telah menyelenggarakan buka puasa massal sejak 2010, menerima sumbangan dan menyiapkan lokasi di mana orang akan berkumpul untuk berbuka puasa dan berbagi makanan.
“Alhamdulillah inisiatif ini sudah berlangsung sejak 2010. Dan setiap tahun jumlah yang datang lebih banyak dari sebelumnya. Yang datang berbuka puasa di sini adalah para tenaga kerja asing dan menjelang lebaran, mereka berdatangan dari luar kota. Untuk makanan, semua hasil sumbangan. Jadi, kami hanya menyiapkan tempat," kata seorang anggota keluarga penyelenggara Ramadan Charity Meals, Aly Abu Breida.
Di Benghazi, penyelenggara acara buka puasa Awwad Lamloum melakukannya secara berbeda.
"Kami khawatir akan virus corona tahun ini. Kami tidak ingin mengajak orang (makan di sini) sampai (pandemi) berakhir. Jadi, kami menyiapkan makanan dan meletakkannya di meja, di mana orang bisa datang, mengambil sejumlah yang mereka butuhkan, dan pergi untuk memakannya di rumah," katanya.
Libya mencatat hampir 200 ribu kasus penularan sejak pandemi dan 2.684 kematian, menurut data terbaru dari otoritas kesehatan.
“Kami mengandalkan bantuan makanan ini. Berkat bantuan ini, kami bisa mencukupi kebutuhan. Kami makan, lalu mengambil paket makanan untuk disantap di rumah. Jika tidak ingin makan di rumah, kami bisa makan di sini," kata seorang pekerja yang datang untuk mengambil makanan itu.
Libya, negara kaya minyak, terkoyak perpecahan dan kekerasan selama satu dekade sejak pemberontakan yang didukung NATO tahun 2011 melawan Muammar Gaddafi dan perpecahan antara faksi barat dan timur yang bertikai pada tahun 2014.
Di Suriah, kita menemui pemandangan yang sama. Selama bulan puasa Ramadan, 20 relawan memasak dan menyediakan makanan bagi yang membutuhkan, para pengungsi dan orang miskin, di negara itu yang juga sedang dilanda perang.
Dapur amal muncul di Idlib, kantong pemberontak terakhir di Suriah utara, untuk membantu orang menjalani ibadah puasa. Relawan memasak sekitar 300 porsi makanan sehari untuk dibagikan kepada para pengungsi di kamp-kamp.
Seorang relawan, Um Ali, pengungsi dari Aleppo, mengatakan ketika mendengar tentang kelompok sukarelawan yang memasak untuk para pengungsi, ia langsung ingin juga membantu.
“Kami mengungsi pada 2015 karena kala itu terjadi penembakan, penembakan hebat, jadi kami mengungsi. Kami pindah dari satu tempat ke tempat lain dan sekarang kami di Idlib, alhamdulillah," katanya.
"Saya mendengar tentang kelompok relawan yang memasak untuk pengungsi di kamp, anak yatim dan janda. Saya ingin membantu agar Allah memberi saya pahala. Ketika saya melihat mereka mengambil makanan itu dan memberikannya kepada pengungsi anak-anak dan perempuan, saya merasa sangat bahagia," tambah Um Ali.
Dapur itu dibuka pada awal Ramadan di salah satu gang sempit di Idlib.
Ketika tiba waktu berbuka, banyak orang berbuka puasa dengan makanan yang lezat tetapi banyak pengungsi Suriah bahkan tidak mampu membeli makanan pokok. Dapur amal membagikan makanan yang terdiri dari makanan tradisional Suriah, seringkali ayam atau daging dengan nasi, salad segar, kue-kue manis, dan sebotol jus.
“Setiap hari, kami membuat 300 makanan yang dibagikan kepada pengungsi di kamp-kamp. Para perempuan yang memasak di sini berasal dari berbagai provinsi. Ada yang dari Damaskus, Aleppo dan Homs. Jadi, setiap hari ada makanan dari provinsi berbeda. Tujuan kami sebagai tim relawan adalah memberi bantuan kepada pengungsi di kamp dan yang membutuhkan," kata Bdour Al-Kamel, penyelia di dapur itu," katanya.
Sebelum maghrib, makanan itu dimuat ke truk dan dibagikan kepada para pengungsi.
Dapur itu didanai oleh organisasi "This is my Life", badan amal Suriah yang membantu pengungsi dan yang membutuhkan.
Konflik Suriah telah menewaskan lebih dari setengah juta orang. Setengah dari 23 juta populasi di sana sebelum perang, kini terlantar. [ka/jm]