Para pakar mengatakan gangguan besar pandemi COVID-19 bagi kehidupan sehari-hari -- sebagian bersifat sukarela, sebagian diwajibkan oleh pemerintah -- telah meningkatkan kesadaran orang Amerika tentang kebebasan dasar yang mereka anggap remeh sebelum pandemi.
Hal itu memaksa warganegara, pembuat kebijakan, dan pengadilan untuk memperdebatkan kompromi terbaik antara keselamatan bersama dengan kebebasan individu.
“Dampak pada kebebasan sipil adalah yang paling bermakna yang pernah kami alami,” kata James Hodge, Direktur Pusat Hukum dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat di Arizona State University.
“Pemerintah telah terlibat dalam setiap jenis tindakan aturan jarak sosial yang diterapkan dalam menanggapi pandemi ini di AS. Banyak dari mereka tidak sesuai dengan apa dan bagaimana yang sebenarnya kita pikirkan melalui norma-norma tradisional ini," imbuhnya.
Ketika Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan COVID-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020, pemerintahan Trump dan semua 50 negara bagian mengikutinya dengan deklarasi darurat mereka sendiri.
Pemerintah juga menerapkan pembatasan jarak sosial yang luar biasa untuk memperlambat penyebaran virus, yaitu dengan mengeluarkan perintah tinggal di rumah, penutupan sekolah dan bisnis, larangan pertemuan publik dalam jumlah besar, pembatasan perjalanan dan kewajiban penggunaan masker.
Sementara para pejabat dan ahli kesehatan masyarakat membela pembatasan tersebut sebagai tindakan penyelamatan jiwa, para penganut kebebasan (libertarian), konservatif, dan banyak orang Amerika biasa mengecamnya sebagai serangan terhadap kebebasan sipil, seperti kebebasan berkumpul dan beribadah. [ps/pp]