TEL AVIV —
Ribuan imigran Afrika, banyak diantaranya memegang spanduk menuntut kebebasan kawan-kawan mereka yang dipenjara atas tuduhan pencarian pekerjaan yang ilegal oleh Israel, melakukan protes Minggu (5/1) di alun-alun utama Tel Aviv untuk melawan aturan penahanan baru yang terbuka.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan lebih dari 300 orang telah ditahan sejak aturan tersebut, yang mengizinkan pihak berwenang untuk menahan para imigran tanpa visa yang sah dalam waktu tak ditentukan, disahkan oleh parlemen Israel tiga minggu lalu.
Sekitar 60.000 imigran, sebagian besar dari Eritrea dan Sudan, telah menyeberang ke Israel melalui perbatasan dengan Mesir sejak 2006, menurut otoritas di Israel.
Banyak yang tinggal di daerah-daerah kumuh di Tel Aviv dan mengatakan mereka mencari suaka dan tempat yang aman. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan ia melihat kehadiran banyak orang Afrika itu sebagai ancaman terhadap tatanan sosial masyarakat Yahudi Israel dan pemerintahannya.
Pagar di perbatasan Israel sejak itu telah menghentikan arus dari Mesir, namun para imigran yang telah menyeberang dapat dikirim ke apa yang digambarkan oleh pemerintah sebagai penjara terbuka di padang pasir selatan Israel.
Fasilitas ini serupa dengan rumah singgah, di mana para tahanan dapat meninggalkannya pada siang hari namun harus melapor kembali pada malam hari. Para imigran dapat ditahan di sana tanpa batas waktu sampai ada repatriasi sukarela, pemberlakuan perintah deportasi atau resolusi dari permintaan akan suaka.
Para penyelenggara demonstrasi membagikan brosur yang menuntut Israel "membebaskan semua pengungsi dari penjara dan menghentikan kebijakan penahanan ini." Kelompok-kelompok HAM telah naik banding atas aturan baru tersebut.
Polisi mengatakan para pengunjuk rasa memiliki izin untuk mengadakan demonstrasi selama tiga hari di lokasi tersebut, dan tidak ada laporan mengenai kekerasan atau penahanan di sana. Seorang sumber polisi memperkirakan jumlah pengunjuk rasa mencapai 10.000.
Hotline for Migrant Workers, sebuah organisasi yang mengadvokasi orang-orang Afrika, menuduh Israel menekan ratusan di penjara untuk menerima kompensasi dan pergi. Lebih dari selusin orang pergi ke Eritrea agar bisa bebas dari penjara. (Reuters)
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan lebih dari 300 orang telah ditahan sejak aturan tersebut, yang mengizinkan pihak berwenang untuk menahan para imigran tanpa visa yang sah dalam waktu tak ditentukan, disahkan oleh parlemen Israel tiga minggu lalu.
Sekitar 60.000 imigran, sebagian besar dari Eritrea dan Sudan, telah menyeberang ke Israel melalui perbatasan dengan Mesir sejak 2006, menurut otoritas di Israel.
Banyak yang tinggal di daerah-daerah kumuh di Tel Aviv dan mengatakan mereka mencari suaka dan tempat yang aman. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan ia melihat kehadiran banyak orang Afrika itu sebagai ancaman terhadap tatanan sosial masyarakat Yahudi Israel dan pemerintahannya.
Pagar di perbatasan Israel sejak itu telah menghentikan arus dari Mesir, namun para imigran yang telah menyeberang dapat dikirim ke apa yang digambarkan oleh pemerintah sebagai penjara terbuka di padang pasir selatan Israel.
Fasilitas ini serupa dengan rumah singgah, di mana para tahanan dapat meninggalkannya pada siang hari namun harus melapor kembali pada malam hari. Para imigran dapat ditahan di sana tanpa batas waktu sampai ada repatriasi sukarela, pemberlakuan perintah deportasi atau resolusi dari permintaan akan suaka.
Para penyelenggara demonstrasi membagikan brosur yang menuntut Israel "membebaskan semua pengungsi dari penjara dan menghentikan kebijakan penahanan ini." Kelompok-kelompok HAM telah naik banding atas aturan baru tersebut.
Polisi mengatakan para pengunjuk rasa memiliki izin untuk mengadakan demonstrasi selama tiga hari di lokasi tersebut, dan tidak ada laporan mengenai kekerasan atau penahanan di sana. Seorang sumber polisi memperkirakan jumlah pengunjuk rasa mencapai 10.000.
Hotline for Migrant Workers, sebuah organisasi yang mengadvokasi orang-orang Afrika, menuduh Israel menekan ratusan di penjara untuk menerima kompensasi dan pergi. Lebih dari selusin orang pergi ke Eritrea agar bisa bebas dari penjara. (Reuters)