Ribuan aparat kepolisian dan tentara menggerebek sejumlah penjara di Ekuador pada hari Minggu (14/1) untuk mencari senjata, amunisi dan bahan peledak, serta memulihkan ketertiban setelah pekan yang penuh insiden dan penahanan lebih dari seratus petugas penjara, di tengah lingkaran kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara tersebut.
Operasi itu dilakukan sehari setelah Presiden Daniel Noboa dan badan resmi yang mengendalikan lembaga pemasyarakatan mengumumkan pembebasan hampir 170 petugas dan staf administrasi penjara yang telah ditahan para narapidana selama enam hari.
Satu petugas penjara tewas di bagian selatan negara itu.
Sekitar 1.100 anggota blok keamanan berseragam, yang terdiri dari angkatan bersenjata dan polisi, melakukan intervensi pada dini hari di penjara di kota pesisir Esmeraldas, di utara Ekuador. Penjara itu merupakan salah satu yang paling berbahaya, menurut institusi militer tersebut di X, media sosial yang sebelumnya bernama Twitter.
Foto-foto yang dirilis Angkatan Bersenjata menunjukkan lebih dari seribu narapidana tertelungkup di lantai dengan tangan terlipat di belakang punggung, sementara mereka dijaga oleh sejumlah agen di halaman penjara.
Helikopter dikerahkan untuk membantu pengawasan dari udara.
Dalam penggerebakan itu dilaporkan bahwa sejumlah bahan peledak, peralatan listrik dan minuman keras telah disita.
Operasi itu juga dilakukan di penjara-penjara lain, termasuk di Cuenca, di selatan Ekuador, yang menjadi lokasi salah satu penjara terbesar negara itu, di mana “kendali penuh telah direbut kembali.”
Sementara itu, di Machala, di mana salah seorang petugas penjara tewas sehari sebelumnya dalam aksi baku tembak antara pasukan keamanan dan tahanan, rombongan pasukan keamanan yang terdiri atas 800 polisi dan tentara memasuki tempat itu dengan menggunakan tank pada dini hari.
Di sana, para tahanan yang masih mengenakan pakaian dalam didudukkan dengan punggung menghadap tembok di halaman.
Sejumlah senjata laras panjang disita. Belum jelas berapa jumlahnya.
Ekuador dinyatakan berada dalam konflik bersenjata dalam negeri pada hari Selasa (9/1), melalui sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Noboa, di mana ia menggambarkan lebih dari 20 kelompok kriminal yang beroperasi di negara tersebut sebagai “teroris.”
Gelombang kekerasan itu dimulai seminggu yang lalu dengan menghilangnya gembong narkoba Adolfo Macias, alias Fito, pemimpin kelompok mafia Los Choneros, dari sel tahanannya. Kelompok itu berafiliasi dengan kartel Meksiko, Sinaloa.
Setelah itu, bersamaan dengan diumumkannya keadaan darurat, aksi kekerasan menjadi semakin memburuk dan membuat warga Ekuador gelisah.
Peledakan alat-alat peledak di jembatan, kendaraan, aksi pembakaran, kerusuhan, penculikan, penahanan dan pengambilalihan sebuah stasiun televisi menjadi rentetan peristiwa yang tercakup dalam aksi kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara yang terletak di pegunungan Andes tersebut.
Status keadaan darurat itu sejauh ini telah menyebabkan 1.105 penangkapan, 94 di antaranya atas tuduhan “terorisme,” dan pembubaran 28 kelompok kriminal, menurut laporan terbaru pemerintah.
Lima anggota geng tewas, namun belum jelas apakah mereka termasuk dalam 14 orang yang dilaporkan tewas di wilayah Guayaquil.
Belum ada data nasional mengenai jumlah kematian akibat rentatan peristiwa yang terjadi selama seminggu terakhir.
Pihak berwenang Ekuador telah mengakui bahwa sistem penjara mereka adalah salah satu poros utama krisis ketidakamanan yang dihadapi negara tersebut.
Sejak 2021, lebih dari selusin pembantaian antar geng di penjara telah menyebabkan 450 tahanan tewas terbunuh.
Menurut data resmi, segala jenis kejahatan seperti pembunuhan, pembunuhan bayaran, pemerasan dan lain-lain dilakukan dari penjara-penjara tersebut. [rd/rs]
Forum