SOLO —
Saling rebut dan saling dorong sekitar lima ribu warga di Solo mewarnai Grebeg Maulid di Kompleks Kraton Kasunanan Solo, Kamis siang (24/1). Empat tumpeng raksasa setinggi tiga meter berhias bahan pangan dan hasil bumi yang diarak puluhan abdi dalem Kraton berbusana tradisonal Jawa, keluar dari Kompleks utama Kraton Solo. Setelah dilakukan ritual upacara adat, ribuan warga yang sudah menunggu sejak pagi, langsung merangsek maju dan berebut isi tumpeng dari Kraton Solo ini.
Ditengah perkembangan jaman yang semakin maju, masih ada warga yang meyakini ritual grebeg ini menjadi keberkahan dalam hidupnya. “Pak..pak..agak maju…saya nggak dapet isi gunungannya..maju dikit dong,” demikian seruan-seruan yang terdengar di antara kerumunan warga yang ikut berebut tumpeng.
Lasmi, warga Sragen, mengaku datang ke acara Grebeg ini sejak semalam dan ingin mendapat isi tumpeng Kraton Solo tersebut. Lasmi meyakini isi tumpeng raksasa Kraton Solo tersebut membuat hidupnya lebih berkah dan lebih baik. Setiap tahun Lasmi mengikuti acara ini.
“Iya, tadi saya ikut rebutan Grebeg di Kraton. Ini saya dapat sayuran, dedaunan, kacangpanjang, onde-onde, dan nasi…ya ini buat minta restu pada Tuhan lewat ritual Kraton Solo ini. Biar hidup saya lebih berkah dan lebih baik. Saya masih percaya dengan tradisi meski sekarang jaman sudah modern,” ujar Lasmi.
Ungkapan senada juga dilontarkan warga Solo, Jumiyati. Menurut Jumiyati, tradisi turun temurun ini akan terus dilakukan. Hujan, panas menyengat, hingga berdesakan dilakoninya demi mendapat isi tumpeng Kraton Solo ini.
“Ya, ini saya rebutan dapat daun pisang, cuma segenggam. Ini nanti saya pakai buat kesembuhan orang tua saya yang sedang sakit. Ya percaya dan tidak, 'kan tergantung masing-masing..tapi saya yakin kok,” ungkap Jumiyati penuh keyakinan.
Sosiolog dari Unversitas Sebelas Maret atau UNS Solo, R.B. Soemanto mengatakan sikap warga tersebut sebagai bentuk pelestarian tradisi. Menurut Soemanto, perkembangan jaman tidak bisa menyingkirkan sisi tradisional sebuah budaya lokal.
“Tak bisa dipungkiri, sejak dulu Raja atau Kraton sebagai sebuah kekuasaan yang nyata dari Tuhan yang ada di dunia, sehingga mendapat kesempatan ikut dalam kekuasaan raja itu sebuah kehormatan yang luar biasa. Itu bisa dilakukan dalam kesenian atau upacara adat, ritual, dan sebagainya itu kan harus dilakukan secara kontinu. Secara rutin dan menjadi bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat kita, budaya dan tradisi kearifan lokal,” kata R.B. Soemanto.
Dalam Grebeg Maulid ini, Kraton Kasunanan menyiapkan empat tumpeng berisi sayuran, buah-buahan, jajanan tradisional Solo, dan sebagainya. Kraton Kasunanan Solo menggelar sekitar delapan kali ritual Grebeg dalam setahun. Diantaranya grebeg Syawal saat Idul Fitri, Grebeg Puasa menyambut datangnya Bulan Puasa Ramadhan, dan Grebeg Maulid saat Perayaan kelahiran Nabi Muhammad.
Ditengah perkembangan jaman yang semakin maju, masih ada warga yang meyakini ritual grebeg ini menjadi keberkahan dalam hidupnya. “Pak..pak..agak maju…saya nggak dapet isi gunungannya..maju dikit dong,” demikian seruan-seruan yang terdengar di antara kerumunan warga yang ikut berebut tumpeng.
Lasmi, warga Sragen, mengaku datang ke acara Grebeg ini sejak semalam dan ingin mendapat isi tumpeng Kraton Solo tersebut. Lasmi meyakini isi tumpeng raksasa Kraton Solo tersebut membuat hidupnya lebih berkah dan lebih baik. Setiap tahun Lasmi mengikuti acara ini.
“Iya, tadi saya ikut rebutan Grebeg di Kraton. Ini saya dapat sayuran, dedaunan, kacangpanjang, onde-onde, dan nasi…ya ini buat minta restu pada Tuhan lewat ritual Kraton Solo ini. Biar hidup saya lebih berkah dan lebih baik. Saya masih percaya dengan tradisi meski sekarang jaman sudah modern,” ujar Lasmi.
Ungkapan senada juga dilontarkan warga Solo, Jumiyati. Menurut Jumiyati, tradisi turun temurun ini akan terus dilakukan. Hujan, panas menyengat, hingga berdesakan dilakoninya demi mendapat isi tumpeng Kraton Solo ini.
“Ya, ini saya rebutan dapat daun pisang, cuma segenggam. Ini nanti saya pakai buat kesembuhan orang tua saya yang sedang sakit. Ya percaya dan tidak, 'kan tergantung masing-masing..tapi saya yakin kok,” ungkap Jumiyati penuh keyakinan.
Sosiolog dari Unversitas Sebelas Maret atau UNS Solo, R.B. Soemanto mengatakan sikap warga tersebut sebagai bentuk pelestarian tradisi. Menurut Soemanto, perkembangan jaman tidak bisa menyingkirkan sisi tradisional sebuah budaya lokal.
“Tak bisa dipungkiri, sejak dulu Raja atau Kraton sebagai sebuah kekuasaan yang nyata dari Tuhan yang ada di dunia, sehingga mendapat kesempatan ikut dalam kekuasaan raja itu sebuah kehormatan yang luar biasa. Itu bisa dilakukan dalam kesenian atau upacara adat, ritual, dan sebagainya itu kan harus dilakukan secara kontinu. Secara rutin dan menjadi bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat kita, budaya dan tradisi kearifan lokal,” kata R.B. Soemanto.
Dalam Grebeg Maulid ini, Kraton Kasunanan menyiapkan empat tumpeng berisi sayuran, buah-buahan, jajanan tradisional Solo, dan sebagainya. Kraton Kasunanan Solo menggelar sekitar delapan kali ritual Grebeg dalam setahun. Diantaranya grebeg Syawal saat Idul Fitri, Grebeg Puasa menyambut datangnya Bulan Puasa Ramadhan, dan Grebeg Maulid saat Perayaan kelahiran Nabi Muhammad.