Ribuan warga desa menolak meninggalkan rumah mereka di lereng Gunung Sinabung, Sumatra Utara, meski ada peringatan bahwa letusan dahsyat akan terjadi.
Sinabung, salah satu dari 130 gunung berapi aktif di Indonesia, telah dinyatakan berada dalam tingkat kewaspadaan tertinggi pada hampir dua minggu terakhir. Hari Selasa (16/6), sedikitnya 48 longsoran abu panas meluncur ke lerengnya, yang terbesar mencapai jarak 2,5 kilometer ke arah tenggara.
Gunung tersebut juga telah menyemburkan asap dan abu dengan ketinggian lebih dari 700 meter ke udara.
Beberapa ribu orang, termasuk para ibu yang menggendong bayinya, telah meninggalkan wilayah gunung tersebut dengan truk-truk polisi sejak Senin menyusul peningkatan aktivitas vulkanik selama akhir pekan. Yang lainnya mengungsi dengan sepeda motor, dengan wajah dikotori abu.
Namun Subur Tambun, kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) setempat, mengatakan hanya 10.000 dari 33.000 orang yang tinggal di zona bahaya utama yang telah mengungsi ke tenda-tenda penampungan atau gedung-gedung pemerintahan yang berjarak aman. Tidak ada laporan korban luka dalam letusan-letusan baru-baru ini.
"Warga desa bersikeras menjaga tanaman mereka," ujar Subur. "Mereka yakin dapat melarikan diri dari letusan besar. Kita hanya bisa meminta mereka mengungsi."
Gunung Sinabung, dengan tinggi 2.460 meter, telah meletus secara sporadis sejak 2010, setelah tidak aktif selama 400 tahun. Sebuah letusan yang terjadi tahun lalu menewaskan sedikitnya 17 orang.
Selama berhari-hari, pihak berwenang telah meminta warga desa di zona bahaya utama dalam radius tujuh kilometer ke selatan dan tenggara dari puncak gunung, untuk pindah ke tempat-tempat penampungan sementara. Namun sejumlah warga menolak.
"Tanaman sayuran sudah rusak, namun kopi masih ada," ujar Sapta Sembiring Palawi dari desa Gambir, sekitar 4,7 kilometer dari puncak yang berasap.
"Tanaman kopi telah membuat kita bertahan dan kita harus merawatnya sekarang."
Seorang kakek bernama Palawi, merupakan salah satu di antara 200 orang di desa itu yang menolak pindah ke tempat penampungan pemerintah.
Lebih dari 150.000 orang tinggal di sekitar lereng Sinabung, memanfaatkan tanah yang subur untuk menanam cabe, jeruk, cokelat dan kopi.
Meski sudah diperingatkan, beberapa pengungsi kembali ke rumah mereka Selasa untuk menjaga tanaman dan ternak.
"Kami khawatir, tapi kami harus melihat rumah dan membersihkan abu di lahan kami," ujar Yapti Sitepu, yang dievakuasi ke tempat penampungan sementara Senin.
Lebih dari 2.000 orang yang dipaksa pindah akibat letusan tahun lalu masih tinggal di rumah-rumah sementara yang disewa pemerintah sambil menunggu relokasi permanen. Desa-desa mereka sekarang tidak bisa ditinggali.