Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Regulasi Bekraf, Ari Juliano Gema, mengatakan Indonesia masuk 10 besar negara dengan angka pembajakan tinggi. Padahal produk bajakan merugikan baik penciptanya, pemerintah, dan konsumen.
“Pertama, pembuat tidak mendapatkan insentif dari upayanya dalam menghasilkan karya tersebut. Kedua, pemerintah. Karena jelas pemerintah kehilangan pajaknya dari barang-barang yang dikonsumsi,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Sate, Bandung, Selasa (10/9) siang.
“Yang ketiga, konsumen sendiri yang dirugikan. Karena jelas kualitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Bekraf mencatat, negara rugi sekitar 20 triliun dari produk bajakan. Survei bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pada 2017 menemukan, pembajakan film di empat kota mengakibatkan kerugian 1,4 triliun.
Kerugian lain datang dari sektor musik dan peranti lunak. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) mencatat kerugian di bidang musik senilai 8,4 triliun pada 2017. Di bidang piranti lunak (software), negara rugi 12 triliun berdasarkan data Masyarakat Indonesia Anti Pembajakan.
Tiga Faktor Penyebab Terjadinya Pembajakan: Harga, Distribusi dan Sikap Warga
Menurut Ari, pembajakan muncul karena tiga faktor, yakni harga bajakan lebih murah, distribusi lebih luas, dan kebiasaan warga. Faktor harga dan distribusi sudah bisa ditanggulangi dengan kehadiran wahana streaming di internet. Namun, ujarnya, faktor kebiasaan tetap sulit diubah.
“Begitu film banyak muncul di bioskop, pasti nanya, ada link-nya nggak? Karena sudah terbiasa cari link-nya saja. Nah, ini memang sulit,” tambahnya.
Kesadaran Hak Kekayaan Intelektual Masih Rendah
Di sisi lain, ujar Ari, kesadaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di masyarakat pun masih rendah. Survey bersama Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016 menemukan, dari 8,2 juta unit usaha kreatif hanya 11 persen yang sudah mendaftarkan HKI.
“Kecilnya jumlah kepemilikan tersebut karena masalah pemahaman. Jadi ini memang PR besar dari pemerintah dan pemangku kepentingan. Bagaimana teman-teman pelaku ekonomi kreatif dan masyarakat pada umumnya bisa memahami konsep hak kekayaan intelektual yang kompleks dan rumit tersebut,” terang Ari lagi.
Karena itu, Ari juga mendorong pelaku industri kreatif segera mendaftarkan HKI. Pihaknya telah memfasilitasi pendaftaran HKI secara gratis terhadap 5000 lebih pelaku ekonomi. Di luar fasilitas ini pun, biaya pendaftaran relatif terjangkau dari angka ratusan ribu sampai 2 juta Rupiah.
“Kita juga mendorong teman-teman content creator atau teman-teman milenial yang mulai aktif menciptakan kreativitas ini untuk mencari manfaat ekonomi dari situ,” ujarnya.
Di Indonesia, pemerintah melindungi enam jenis hak kekayaan intelektual, yakni hak cipta, hak merek, desain industri, paten, rahasia dagang, dan desain sirkuit terpadu.
Bekraf Berupaya Tingkatkan Kesadaran Masyarakat
Guna mendorong pemahaman masyarakat akan anti-pembajakan, Bekraf akan menggelar Kampanye Anti Pembajakan di Bandung, 14-15 September 2019.
Dalam gelaran dua hari itu, Kepala Bekraf Triawan Munaf dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akan berbicara soal produk kreatif. Selain itu, perwakilan industri pun akan turut mengutarakan pengalamannya.
Ari berharap, ajang ini akan mengurangi angka pembajakan di Indonesia. “Sehingga masyarakat setelah memahami, dia bisa menghargai karya orang lain. Setelah dia menghargai karyanya sendiri baru dia menghargai karya orang lain. Kita harapkan dengan begitu tingkat pembajakan ini bisa kita turunkan atau tanggulangi bersama,” pungkasnya lagi.
Ajang di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung itu juga menghadirkan pameran produk kreatif, hiburan musik, dan pendaftaran HKI gratis bagi 100 pendaftar. [rt/em]