Ketersediaan tempat tidur di unit gawat darurat rumah-rumah sakit di Los Angeles, episenter virus corona di negara bagian California, menyusut secara dramatis. Seperti halnya rumah-rumah sakit, rumah-rumah duka di sana juga kewalahan menampung banyaknya jumlah korban tewas akibat wabah virus itu. Banyak keluarga terpaksa menunggu selama berpekan-pekan untuk menguburkan orang-orang yang mereka cintai.
Hingga pertengahan Februari 2021, sekitar 45.000 orang meninggal akibat COVID-19 di California dan lebih dari 18.000 di antaranya di Los Angeles.
Hediana Hadi, yang akrab dipanggil Nies Hadi, staf pemasaran Rose Hills Memorial Park and Mortuary, sebuah rumah duka berskala besar di kota Whittier, Kabupaten Los Angeles, menceritakan bagaimana panjangnya proses untuk menguburkan mayat. Sebelum pandemi, rumah duka tempatnya bekerja biasanya menangani 600 jenazah setiap bulan, kini setidaknya harus menangani 900 hingga 1.000 jenazah per bulan.
"Kalau dulu, misalnya, untuk bisa menemui arranger atau staf kami yang menangani proses penguburan hanya diperlukan waktu satu minggu, kini terpaksa satu bulan atau enam minggu karena banyaknya orang yang meninggal. Arranger adalah orang yang menangani kapan jenazah dimakamkan, kapan keluarganya bisa memproses surat kematian, ingin bunganya apa, peti jenazahnya seperti apa dan lain-lain," jelasnya.
Menurut Hediana, tidak jarang ada keluarga yang datang berkali-kali karena banyak keluarganya yang meninggal karena COVID-19.
“Saya bertemu dengan sebuah keluarga. Yang meninggal itu ayahnya dia dan dua pamannya. Mereka meninggal dalam selisih minggu. Bayangkan mereka harus menguburkan tiga anggota keluarga sekaligus,” imbuhnya.
Rumah Duka Continental juga mengalami masalah serupa. Rumah duka di Los Angeles itu rata-rata menangani 30 jenazah setiap harinya saat ini, enam kali lipat dari tingkat normalnya.
Untuk mengatasi kesulitan menampung jenazah, Continental menyewa lemari pendingin ekstra sepanjang 15 meter untuk dua dari empat fasilitas yang dioperasikan di Los Angeles dan kabupaten sekitarnya. Continental juga telah menunda penjemputan di rumah sakit selama satu atau dua hari sementara mereka mengutamakan klien di kawasan perumahan di mana fasilitas mereka berlokasi.
Asosiasi Direktur Pemakaman California, mengatakan bahwa seluruh proses penguburan jenazah telah melambat selama pandemi, termasuk membalsem tubuh dan mendapatkan sertifikat kematian. Selama waktu normal, prosedur itu mungkin dilakukan dalam satu atau dua hari, sekarang dibutuhkan setidaknya satu pekan atau lebih.
Persoalan yang dihadapi rumah-rumah duka di Los Angeles juga dialami fasilitas-fasilitas serupa di kota-kota besar lain yang menjadi episenter virus corona, seperti New York. Rumah Duka Al-Rayaan di Brooklyn, yang dikhususkan untuk Muslim, contohnya, kini menangani rata-rata 300 hingga 400 jenazah setiap bulannya. Padahal, sebelum pandemi, rumah duka yang sering melayani imigran asal Pakistan dan Bangladesh ini hanya menangani 20-30 pemakaman per bulan.
Tidak hanya itu yang menyulitkan Al-Rayaan. Mereka sulit memenuhi permintaan klien untuk memproses jenazah sesuai ajaran Islam. Islam mengharuskan jenazah dimandikan, dikenakan kain kafan, disembahyangkan dan dimakamkan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sejak kematian. Karena peraturan menjaga jarak dan protokol kesehatan lainnya, serta banyaknya jenazah yang harus ditangani, mereka sulit melakukannya.
Menurut Salwa Kadri dari Asosiasi Rumah Duka Khusus Muslim berbagai usaha telah dilakukan untuk mengubah keadaan itu.
“Kita harus berkonsultasi bolak-balik dengan pakar medis mengenai bagaimana menangani jenazah namun terhindar dari resiko tertular virus corona. Tidak semua orang bisa melakukannya, dan kami terpaksa harus mengubah cara-cara yang biasa kami lakukan, namun masih sesuai dengan ajaran Islam," jelasnya.
Tidak jarang Rumah Duka Al-Rayaan menyimpan sementara jenazah-jenazah itu di dalam truk-truk pendingin selama berhari-hari sebelum memprosesnya.
Fadjril Asikin, yang juga akrab dipanggil sebagai Uyung Asikin, seorang aktivis Muslim, yang kerap menangani pemakaman diaspora Indonesia di kawasan Washington DC dan sekitarnya, memahami kekecewaan banyak keluarga Muslim dalam penanganan jenazah.
Namun ia selalu mengingatkan mereka dengan mengatakan, “Di dalam Islam, dalam keadaan emergency, diizinkan untuk hanya melakukan apa yang mungkin dilakukan. Yang penting kita menyembahyangkan mereka dan menguburkannya secara Islam. Dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa emosional dan menuntut berlebihan. Dalam Islam, siapa saja yang mati dalam keadaan COVIDini sama dengan berjihad.”
Ada beberapa rumah duka di kota New York yang kini menawarkan layanan terbatas untuk jenazah Muslim. Namun, khusus untuk shalat jenazah kini terpaksa dilakukan di luar rumah duka, seperti di pelataran parkir atau pendopo taman pemakaman. Keluarga pun biasanya tidak akan bisa melihat wajah orang yang mereka cintai untuk terakhir kalinya sebelum dikebumikan, karena jenazah biasanya diterima keluarga dalam peti mati yang sudah disegel. [ab/uh]