Para pejabat Rusia dan AS saling tuding hari Kamis mengenai kebijakan masing-masing di Afghanistan.
Di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia menyatakan kecewa dengan fokus utama dari strategi Afghanistan baru Presiden AS Donald Trump yang berupa “ metode kekuatan.”
“Kami yakin ini adalah upaya yang sia-sia,” kata Sergey Lavrov.
Seorang pejabat administrasi senior AS mengatakan kepada VOA bahwa apa yang diutarakan presiden hari Senin dalam pidato yang disiarkan TV itu “bukan strategi militer saja. Ada juga elemen diplomatik, politik dan ekonomi yang kuat dalam strategi itu. Jadi, tidak benar kalau dikatakan itu hanyalah strategi militer.”
Rusia, kata pejabat AS itu “telah menyebarkan propaganda yang merugikan peran AS di Afghanistan."
Rusia juga berupaya mengklaim bahwa AS mendukung kelompok ISIS di Afghanistan, tuduhan yang dibantah AS.
Para pejabat AS mengatakan kekhawatiran Rusia mengenai ISIS mendorong Moskow untuk mempertimbangkan dukungan bagi Taliban.
“Penyaluran senjata kepada Taliban merupakan pelanggaran norma-norma internasional,” kata Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson hari Selasa.
“Ini bukan pertama kalinya kami dituduh mendukung dan bahkan mempersenjatai Taliban,” kata Lavrov kepada wartawan hari Kamis. “Tidak ada satupun fakta yang mendukungnya,” imbuhnya.
Trump pekan ini mengumumkan akan mengerahkan 4.000 tentara lagi ke Afghanistan, bertolakbelakang dari janji awalnya untuk mengakhiri perang terpanjang AS, meskipun rinciannya masih belum jelas. [vm/ii]