Rusia dan Iran terdepan dalam hal mendorong informasi buruk di salah satu platform media sosial paling populer di dunia, dan analisa baru mendapati kedua negara semakin cerdas dalam menghindari deteksi.
Facebook, Rabu (26/5) merilis sebuah laporan yang membahas apa yang disebut perilaku tidak autentik terkoordinasi selama empat tahun terakhir. Facebook memperingatkan bahwa meskipun ada upaya untuk mengidentifikasi dan menghapus jaringan disinformasi, tetap ada upaya untuk mengeksploitasi atau menggunakan konflik dan krisis sebagai senjata.
"Para pelaku menyesuaikan perilaku mereka dan mencari perlindungan di wilayah yang belum jelas antara keterlibatan otentik dan tidak autentik serta aktivitas politik," demikian menurut laporan Facebook, yang mengamati lebih dari 150 jaringan dari 50 lebih negara di mana tim keamanannya diterjunkan pada 2017 hingga 2020.
"Kami tahu mereka akan terus mencari cara baru untuk menghindari pertahanan kami," tambah laporan itu dan mencatat upaya disinformasi merata antara upaya asing dan domestik.
Menurut analisa itu, secara keseluruhan, Rusia adalah pemasok disinformasi terbesar, , dengan 27 operasi pengaruh yang teridentifikasi selama jangka waktu empat tahun. Dari jumlah tersebut, 15 terkait Badan Riset Internet (IRA) yang berbasis di St. Petersburg atau entitas lain yang terkait dengan Yevgeny Prigozhin, seorang oligarki Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Empat jaringan Rusia lainnya dilacak mengarah pada badan intelijen Kremlin dan dua lainnya berasal dari situs media Rusia.
Iran berada di urutan kedua dalam daftar itu, dengan 23 jaringan tidak autentik, sembilan di antaranya terkait pemerintah atau lembaga penyiaran negara Iran.
Myanmar berada di peringkat ketiga, dengan sembilan jaringan disinformasi, diikuti oleh Amerika dan Ukraina.
Facebook mengatakan pelaku di Amerika dan Ukraina termasuk perusahaan hubungan masyarakat, aktor politik dadakan, dan dalam kasus Ukraina, dua partai politik.
China yang dituduh pejabat intelijen AS menjalankan beberapa operasi pengaruh secara intensif tidak masuk Daftar jaringan disinformasi terlarang Facebook, namun bukan karena Beijing tidak aktif.
"Aktivitas asal China di platform kami bermanifestasi sangat berbeda dari IO [operasi pengaruh] aktor asing lainnya, dan sebagian besar bukan merupakan CIB [Perilaku Tidak Otentik Terkoordinasi]," kata laporan Facebook itu.
"Sebagian besar adalah komunikasi strategis menggunakan saluran yang berafiliasi dengan negara secara terbuka [contohnya Media yang dikendalikan negara, akun diplomatik resmi] atau aktivitas spam skala besar yang terutama mencakup gaya hidup atau pancingan mengklik selebriti dan juga beberapa berita dan konten politik." [my/jm]