Beberapa hari terakhir ini ada sesuatu hal yang berbeda dengan kereta api Moskow yang legendaris itu. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu generasi, perempuan diperkenankan menjadi masinis kereta api. Salah seorang diantaranya Kristina Vakulenko.
“Ada iklan di surat kabar lokal untuk lowongan sebagai pekerja kereta api. Mereka mencari kandidat masinis perempuan. Saya menjadi salah seorang yang pertama kali menanggapi dan mendaftarkan diri.”
Masinis kereta api merupakan salah satu dari lebih 350 jenis pekerja yang kini dibuka bagi perempuan setelah pemerintah mencabut peraturan era Uni Soviet yang melindungi perempuan dari jenis-jenis pekerjaan yang dinilai “berbahaya” bagi kesuburan.
Perubahan ini menandai kemenangan para pendukung hak-hak perempuan yang telah menghabiskan waktu selama sepuluh tahun terakhir ini berjuang di pengadilan, dan kini dapat secara terbuka mengejar karir mereka di bidang-bidang yang dipilih, di mana pun itu.
“Saya masih tidak dapat bekerja meskipun sudah memiliki izin. Tentu saja saya sangat marah. Saya tidak mengira pemerintah mengizinkan kami belajar, tetapi tidak boleh bekerja. Konyol," kata supir truk, Evgeniia Markova
Ini tidak selamanya demikian.
Uni Soviet memperoleh keuntungan dalam hal hak-hak perempuan jauh melampaui kapitalis Barat. Uni Soviet merekrut perempuan untuk tujuan komunis, dengan janji memberikan persamaan hak, pendidikan dan akses pada lapangan kerja. Ini adalah kebijakan penting dalam produksi pertahanan negara pada hari-hari pertama Perang Dunia II. Para aktivis hak feminis mengatakan harapan utamanya adalah membuat perempuan dapat tetap berkarir dan sekaligus merawat keluarga.
“Slogan utama Uni Soviet adalah laki-laki dan perempuan setara dalam hal tenaga kerja. Tapi itu tidak benar. Dalam kenyataannya, di USSR (Uni Soviet) dan kini Rusia, perempuan senantiasa dibebani tugas ganda," kata Alena Popova.
Perjuangan untuk memiliki hak yang setara masih belum berakhir.
Di antara negara-negara industri, penghasilan perempuan Rusia 30 persen lebih rendah dibanding rata-rata penghasilan laki-laki di negara itu.
Rusia juga menghadapi kritik pedas mendekriminalisasi bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam melestarikan rumah tangga “tradisional” tanpa mempedulikan dampaknya bagi kehidupan perempuan, demikian kecaman sejumlah kritikus.
Sementara itu jajak pendapat – dan pengalaman hidup – menunjukkan bahwa mengubah perilaku gender lebih sulit dibanding memperbarui undang-undang.
“Kadang-kadang sebagian supir truk yang berusia 50 atau 60 tahun mengatakan mereka tidak setuju (dengan kehadian perempuan di lapangan pekerjaan ini), OK, kamu tidak setuju, itu hak kamu. Bye!” kata Evgeniia Markova.
Faktanya hampir 100 lapangan pekerjaan – termasuk yang berada di pertambangan bawah tanah dan dunia konstruksi – hingga kini masih belum dapat dimasuki perempuan.
Menurut para aktivis perempuan yang telah sejak lama berjuang – dan menang – pekerjaan di bidang-bidang yang masih terlarang ini merupakan agenda berikutnya.
Svetlana Medvedeva yang menjadi nakhoda kapal Volga Riverboat mengatakan, “Saya kira semua profesi seharusnya terbuka karena perempuan juga berhak memutuskan profesi mana yang tepat bagi mereka, dan yang tidak.”
Namun untuk saat ini tambahan ratusan lapangan kerja baru bagi perempuan merupakan kemenangan setelah pertaruhan selama bertahun-tahun, dan dalam beberapa hal janji kelompok progresif dari awal era komunis, untuk akhirnya mengikuti perkembangan zaman. [em/jm]