Tautan-tautan Akses

Rwanda: Tak Ada Penularan Virus Marburg dalam 6 Hari Terakhir


Petugas medis dari unit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mengenakan peralatan pelindung lengkap membawa makanan ke tenda isolasi yang menampung seorang pria yang dikarantina setelah melakukan kontak dengan pembawa Virus Marburg di Uganda (foto: ilustrasi).
Petugas medis dari unit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mengenakan peralatan pelindung lengkap membawa makanan ke tenda isolasi yang menampung seorang pria yang dikarantina setelah melakukan kontak dengan pembawa Virus Marburg di Uganda (foto: ilustrasi).

Menteri Kesehatan Rwanda pada hari Minggu (20/10) mengatakan wabah virus Marburg tidak lagi merebak di negara itu, dengan alasan tidak adanya infeksi baru atau kematian dalam enam hari terakhir.

Berbicara pada wartawan di Kigali, ibu kota Rwanda, Sabin Nsanzimana mengatakan “kami tidak mengalami penularan komunitas,” seraya menambahkan bahwa semua kasus positif berasal dari daftar kontak orang-orang yang diketahui mengidap virus tersebut.

Mengidentifikasi dan mengisolasi orang yang terpapar virus itu adalah kunci untuk menghentikan wabah virus demam berdarah seperti Marburg.

Rwanda telah mendokumentasikan 1.146 kontak atau perebakan.

Nsanzimana berbicara bersama Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebereyesus, yang memuji upaya Rwanda untuk membendung wabah penyakit mirip Ebola. “Saya dapat melihat bahwa wabah ini ditangani di bawah kepemimpinan yang kuat,” kata Tedros. “Tetapi kita sedang menghadapi salah satu virus paling berbahaya di dunia, dan kewaspadaan yang berkelanjutan sangatlah penting.”

Rwanda mengumumkan wabah ini pada 27 September lalu, dan sejauh ini melaporkan 15 kematian.

Otoritas kesehatan telah mengkonfirmasi 44 orang sembuh. Angka resmi menunjukkan saat ini hanya tersisa tiga kasus aktif.

Sebagian besar orang yang terdampak adalah petugas kesehatan yang tertular virus saat merawat pasien.

Sebagaimana Ebola, virus Marburg diyakini berasal dari kelelawar buah dan merebak antar manusia melalui kontak dekat dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi atau dengan permukaan, seperti seprai yang terkontaminasi. Tanpa pengobatan, Marburg bisa berakibat fatal pada 88% orang yang jatuh sakit.

Gejala virus ini meliputi demam, nyeri otot, diare, muntah, dan dalam beberapa kasus menyebabkan kematian karena kehilangan banyak darah.

Warga Rwanda didesak untuk menghindari kontak fisik untuk membantu mencegah perebakan lebih luas. Sekolah dan kunjungan ke rumah sakit telah ditangguhkan, dan jumlah orang yang dapat menghadiri pemakaman korban Marburg juga dibatasi. Upacara persemayaman dan doa bersama di rumah pun dilarang jika kematian terkait virus Marburg.

Kedutaan Besar Amerika di Kigali telah mendesak seluruh staf untuk bekerja dari rumah dan menghindari datang ke kantor.

Belum ada vaksin atau pengobatan resmi untuk Marburg.

Wabah Marburg dan kasus individual sebelumnya pernah tercatat di Tanzania, Guinea Ekuatorial, Angola, Kongo, Kenya, Afrika Selatan, Uganda, dan Ghana.

Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1967 setelah menyebabkan wabah penyakit secara bersamaan di laboratorium di kota Marburg, Jerman dan di Beograd, Yugoslavia. [em/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG