Sore itu, Sail Vega bersandar tenang di dermaga Jet Sky Cafe, Pantai Mutiara Pluit Jakarta. Dua orang terlihat melakukan pekerjaan kecil di kapal pinisi buatan Norwegia yang berusia 120 tahun itu.
Mereka adalah Kapten Sail Vega, Shane Granger, warga Amerika Serikat dan Maggie Macoun dari Jerman. Meski sudah berusia ratusan tahun, Shane menuturkan kapal ini masih mampu berlayar hingga 7 ribu mil per tahunnya dengan membawa misi kemanusiaan. Setengahnya berlayar di Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand. Salah satunya yaitu mengirimkan bantuan pendidikan dan medis bagi pulau-pulau terpencil di Indonesia Timur, seperti di daerah Laut Banda.
"Awalnya kami mulai pada saat tsunami (Aceh) tahun 2004, ketika teman kami meminta tolong kepada kami. Tolong kamu punya kapal yang bisa membawa barang-barang. Kami ingin mengirimkan stok makanan dan obat obatan. Bisakah kau membawa satu dokter dan dua perawat? Kami bilang tentu saja dan kami melakukannya," tutur Shane kepada VOA, Selasa (23/5).
Selain membawa stok makanan, perlengkapan kesehatan dan pendidikan, Shane mengatakan, Sail Vega juga memberikan pelatihan petugas kesehatan dan kebidanan. Hal itu dilakukan karena angka kematian di pulau-pulau terpencil di Indonesia masih tinggi. Hingga saat ini, Sail Vega sudah bekerja sama dengan 34 komunitas dan 122 bidan untuk misi kemanusiaan di 18 pulau Indonesia.
"Kebanyakan negara bisa dengan mudah membangun rumah sakit, fasilitas kesehatan dan klinik. Jika sakit hanya perlu pergi ke klinik, jika tidak bisa diatasi, maka hanya perlu dirujuk. Prosedurnya mudah,tapi tidak bagi kebanyakan masyarakat yang tinggal di pulau terpencil. Di sana mereka tidak ada jaringan internet atau listrik ataupun telepon. Ada salah satu pulau kecil di Laut Banda di Indonesia paling timur," imbuhnya.
Shane mengatakan sebagian besar bantuan diberikan dari rekan-rekan dan kelompoknya, bukan dari perusahaan-perusahaan besar. Di samping itu, dukungan dari pemerintah untuk keberlanjutan misi juga dibutuhkan untuk keberhasilan misi kemanusiaan.
"Yang kami lakukan sebetulnya hanya mengisi lubang atau celah tersebut sampai pemerintah bisa menjangkau lebih jauh dan jauh ke pulau-pulau terpencil tersebut," tambahnya.
"Kami ingin berlayar menolong orang, melakukan sesuatu yang bisa membuat perbedaan. Kau harus pergi langsung ke sana dan itu tidak mudah. Banyak rintangan."
Salah satu wilayah yang sudah mulai ada perbaikan setelah ada misi kemanusiaan dari Sail Vega yaitu Pulau Medan di sekitar Laut Banda yang jumlah penduduknya 120 orang. Menurutnya, di wilayah tersebut hanya ada 1 bidan yang bekerja ekstra melayani penduduk di sana. Sail Vega kemudian bekerjasama dengan dokter dari Yayasan Budi Kemuliaan untuk memberikan training dan mengirimkan bantuan komputer untuk 2 sekolah di sana.
"Tahun kemarin kami memberikan komputer tahun ini sudah Ada lab komputernya. Kami masih menyalurkan perlengkapan kepada mereka. Beberapa perusahaan hanya memakai laptop, hanya untuk 2-3 tahun. Dan kami berkata kepada mereka kenapa tidak berikan kepada kami. Berikan pada kami dan kami akan membuatnya berguna. Kami tahu, kami tidak bisa menyelamatkan dunia tapi kami bisa membuat perbedaan."
Sementara itu, Maggie Macoun mengatakan sudah bergabung dengan Sail Vega sejak misi pertamanya dimulai. Ia termotivasi untuk bergabung dengan Sail Vega karena senang untuk membantu orang lain.
"Saya menyukai laut dan senang bertemu dengan orang orang. Saya juga senang bisa membantu orang lain," tutur Maggie.
Menurut Maggie, kapal akan bersandar sekitar 2-3 minggu sambil menunggu bantuan perlengkapan kesehatan, perlengkapan sekolah dan laptop bekas. Kapal selanjutnya akan berlayar kembali menuju Batam dan pulau-pulau kecil di sekitar Riau. Pulau-pulau yang dibantu tersebut dipilih berdasarkan rekomendasi dari orang-orang di pulau yang mereka kunjungi. [Ab/em]