Sastrawan terkenal Indonesia, Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, atau dikenal sebagai NH Dini, hari Selasa (4/12) meninggal dunia di RS Elizabeth, Semarang, dalam usia 82 tahun.
Sejumlah media di Indonesia mengutip pernyataan Kepala Bruder Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik, Semarang, di mana NH Dini selama ini tinggal mengatakan penulis terkenal itu meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, sepulangnya dari perawatan tusuk jarum, sekitar jam 4 sore.
NH Dini, yang juga ibunda sutradara terkenal Pierre Coffin, mulai diperhitungkan sebagai penulis besar lewat buku pertamanya “Pada Sebuah Kapal” yang diterbitkan pada tahun 1972. Setelah itu NH Dini seakan tak terbendung. Ia menerbitkan “Namaku Hirono” tahun 1977, “Orang-Orang Tran” tahun 1983, “Pertemuan Dua Hati” tahun 1986, “Hati yang Damai” tahun 1998, dan “Dari Parangakik ke Kampuchea” tahun 2003. Ini belum termasuk karya-karya dalam bentuk cerpen, novel, atau cerita-cerita kenangan. Sebagian buku hasil karyanya naik cetak beberapa kali, suatu hal yang sangat jarang terjadi pada buku sastra.
Isu utama yang kerap menjadi bahan tulisan NH Dini adalah persoalan-persoalan yang menggelayuti perempuan. Jauh sebelum para aktivis perempuan menyuarakan ketidakadilan gender, ia sudah menulis dalam buku-bukunya.
Sejumlah Penulis Sampaikan Belasungkawa Lewat Twitter
Tak heran jika sejumlah aktivis dan penulis ikut menyampaikan belasungkawa dengan kepergian NH Dini. Antara lain mantan pemimpin redaksi Tempo yang juga penulis kawakan Goenawan Mohamad.
Secara khusus “GM” - panggilan khas penulis ini – menyitir salah satu tulisan NH Dini yang terkenal, “aku diajar berpuasa bukan karena agama, bukan karena keinginan naik surga. Kakek mengajarku buat menahan keinginan, untuk mengetahui sampai di mana aku dapat mengatur kekuatan.”
Hal senada disampaikan penulis muda Norman Erikson Pasaribu.
Beberapa perusahaan penerbitan juga menyampaikan belasungkawa, antara lain Gramedia Pustaka Utama.
Putra NH Dini Kerap Gunakan Bahasa Indonesia dalam Film
Pada tahun 1960 NH Dini menikah dengan Yves Coffin, yang ketika itu menjadi konsul Perancis di Kobe, Jepang. Mereka dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang, yang kini menetap di Kanada dan Pierre Louis Padang atau kini dikenal sebagai Pierre Coffin, yang kini menetap di Perancis. Anak keduanya kini dikenal luas dunia sebagai sutradara film “Despicable Me,” yang beberapa tokohnya kerap melontarkan kata atau kalimat dalam bahasa Indonesia seperti “terima kasih” atau “lapar.”
Menurut rencana jenazah yang kini disemayamkan di Wisma Lansia Harapan Asri, Semarang, akan dikremasi di pemakaman Kedungmundu, Semarang, pada hari Rabu (5/12) sekitar jam 12 siang. [em]