WASHINGTON —
Untuk saat ini, perbedaan suhu ini belum bisa diukur secara tepat, tapi ilmuwan di Applied Physics Laboratory, Johns Hopkins University, di Maryland, merencanakan untuk menggunakan sebuah perangkat kecil - satelit murah - yang disebut cubesats untuk tujuan itu.
Sebuah cubesats besarnya tidak jauh lebih besar satu bongkah roti, dan dapat mengorbit serta memuat sejumlah sensor dan instrumen di dalamnya.
Terobosan ilmiah dalam dekade terakhir telah memungkinkan produksi satelit dengan lebih murah dan lebih ringan serta mengangkut semua perangkat pesawat antariksa untuk komunikasi, navigasi dan pembangkitan energi listrik.
Mengorbitkan cubesats
Applied Physics Lab meluncurkan dua cubesats ke orbit, dan terbukti sangat bermanfaat, sehingga direncanakan untuk melakukan peluncuran berikutnya.
Bill Swartz adalah ilmuwan terkemuka dari proyek Ravan yang akan memanfaatkan cubesats untuk menghitung perubahan iklim bumi secara lebih tepat.
Bill mengatakan "Cubesats akan digunakan untuk mengukur apa yang oleh ilmuwan dianggap sebagai ketidakseimbangan kecil antara radiasi matahari ke bumi dan yang terpancar keluar, dipantulkan dan dipancarkan dari Bumi serta mempengaruhi iklim di masa depan.
Swartz mengatakan sensor utama, yang disebut radiometer, akan dibuat dari unsur paling hitam, disebut – karbon nanotube.
Bill menambahkan, "Salah satu optimisme tentang teknologi ini adalah : karbon nanotube itu sangat hitam dan untuk mengukur radiasi yang dipancarkan atau dipantulkan dari bumi, maka dibutuhkan unsur sangat hitam."
Perangkat Teknologi Nano
Cubesats pertama dari proyek Ravan akan diluncurkan tahun depan untuk melihat fungsi kerja perangkat nanotube itu.
Satelit pertama akan diposisikan antara 550 dan 750 kilometer di atas Bumi, yang memungkinkan pemantauan ke seluruh planet.
Sesudahnya, konstelasi dari 30 hingga 40 cubesats akan mengumpulkan data radiasi dari semua titik di Bumi secara bersamaan, baik pada sisi siang maupun sisi malam hari, untuk membantu menjawab pertanyaan, seperti apakah iklim bumi di masa depan, sesuatu yang berpengaruh pada kita semua.
Sebuah cubesats besarnya tidak jauh lebih besar satu bongkah roti, dan dapat mengorbit serta memuat sejumlah sensor dan instrumen di dalamnya.
Terobosan ilmiah dalam dekade terakhir telah memungkinkan produksi satelit dengan lebih murah dan lebih ringan serta mengangkut semua perangkat pesawat antariksa untuk komunikasi, navigasi dan pembangkitan energi listrik.
Mengorbitkan cubesats
Applied Physics Lab meluncurkan dua cubesats ke orbit, dan terbukti sangat bermanfaat, sehingga direncanakan untuk melakukan peluncuran berikutnya.
Bill Swartz adalah ilmuwan terkemuka dari proyek Ravan yang akan memanfaatkan cubesats untuk menghitung perubahan iklim bumi secara lebih tepat.
Bill mengatakan "Cubesats akan digunakan untuk mengukur apa yang oleh ilmuwan dianggap sebagai ketidakseimbangan kecil antara radiasi matahari ke bumi dan yang terpancar keluar, dipantulkan dan dipancarkan dari Bumi serta mempengaruhi iklim di masa depan.
Swartz mengatakan sensor utama, yang disebut radiometer, akan dibuat dari unsur paling hitam, disebut – karbon nanotube.
Bill menambahkan, "Salah satu optimisme tentang teknologi ini adalah : karbon nanotube itu sangat hitam dan untuk mengukur radiasi yang dipancarkan atau dipantulkan dari bumi, maka dibutuhkan unsur sangat hitam."
Perangkat Teknologi Nano
Cubesats pertama dari proyek Ravan akan diluncurkan tahun depan untuk melihat fungsi kerja perangkat nanotube itu.
Satelit pertama akan diposisikan antara 550 dan 750 kilometer di atas Bumi, yang memungkinkan pemantauan ke seluruh planet.
Sesudahnya, konstelasi dari 30 hingga 40 cubesats akan mengumpulkan data radiasi dari semua titik di Bumi secara bersamaan, baik pada sisi siang maupun sisi malam hari, untuk membantu menjawab pertanyaan, seperti apakah iklim bumi di masa depan, sesuatu yang berpengaruh pada kita semua.