Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk segera menyelesaikan masalah waktu bongkar muat di pelabuhan atau dwelling time. Ketua Satuan Tugas (Satgas) Dwelling Time Agus Kuswandono dalam jumpa pers di Kantor Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya hari Senin (26/10) menjelaskan salah satu upaya yang akan dilakukan untuk mengurangi dwelling time adalah dengan membuka pos tersendiri di Cikarang Dry Port (CDP) sebagai lokasi pelabelan merek dagang.
Luas kompleks CDP yang mencapai 250 hektar diperkirakan akan menjadi tempat pelabelan atau pelekatan merek dagang barang impor yang selama ini biasa dilakukan di tempat penimbunan sementara yang lokasinya tersebar di kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Kini setelah satu barang tiba di pelabuhan, maka akan langsung dibawa ke CDP.
Jika ini terlaksana maka diperkirakan akan mengurangi dwelling time antara 12 hingga 24 jam.
Nantinya – menurut Agus – para pengusaha akan dengan mudah mengetahui posisi peti kemas secara detail dan akurat melalui sistem teknologi informasi yang dibuat sehingga penanganan dan relokasi peti kemas bisa dilakukan dengan cepat dan murah.
“Karena sebenarnya kalau barang datang semua aturan impor sudah harus diproses jadi tinggal ke Beacukai boleh tidak barang itu masuk, barang berapa selesai. Itu idealnya,” ujar Agus.
Agus Kuswandono menambahkan, strategi lain untuk menyelesaikan persoalan dwelling time adalah dengan membangun jalur kereta api sepanjang 1,2 kilometer dari terminal Pososo di Tanjung Priok langsung ke dermaga. Stasiun baru itu ditargetkan akan selesai bulan Desember 2015 dan selambatnya Februari 2016.
Dengan menggunakan dua lokomotif sekali jalan, kereta api itu bisa menarik 30 kontainer. Secara keseluruhan dalam satu hari kereta api itu bisa menarik hingga 600 kontainer.
“Panjang kereta baru adalah 1,2 kilometer jadi tidak terlalu panjang, tetapi karena 1,2 kilometer ini terputus dari Surabaya,Semarang terputus dari mana-mana. Pak menteri minta keretanya dari pasoso langsung tembus ke dermaga jadi langsung pinggir laut lah jadi kalau perlu kontainer turun dari kapal langsung ke kepal api,” tambahnya.
Sementara, Staf Ahli Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya Ronnie Rusli menyatakan walaupun belum sesuai target tetapi saat ini dwelling time telah dipangkas dari yang sebelumnya 10 hari menjadi 4 hari. Satgas menargetkan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok hanya 2 hari.
Selama ini sebagian pengusaha lebih suka menyimpan barang mereka di pelabuhan ketimbang membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang jauh lebih mahal. Tarif sewa gudang di pelabuhan saat ini sangat rendah, yaitu Rp.27.500 per kontainer. Untuk mencegah adanya pengusaha yang “nakal”, yang menyimpan kontainer lebih lama dari masa simpan yang diperbolehkan, maka akan dikenakan denda yang sangat tinggi.
“Karena itu ada nilai ekonomian, bayangkan di Tanjung Priok ada 72 juta kontainer, per hari Rp 27.500 setelah masa tenggang gratis, kalau ditarik 10-20 hari kan untuk, karena kata Asosiasi pun itu di pakai sebagai gudang logistik, ini nggak bener,” kata Ronnie.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menetapkan target hingga Oktober ini agar masa bongkar muat di pelabuhan atau dwelling time ini maksimal empat hari.
Sebagai perbandingan, dwelling time di pelabuhan-pelabuhan Singapura hanya memerlukan satu hari. Sementara di Malaysia antara dua hingga tiga hari. [fw/em]