Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir dengan penghentian sementara penggunaan vaksin AstraZeneca dari kelompok produksi atau batch CTMAV547 untuk sementara waktu.
Selama penghentian ini, kata Wiku, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan melakukan pengujian toksisitas dan strelilitas untuk memastikan keamanan dari vaksin tersebut.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, penghentian ini merupakan bentuk kehatian-hatian pemerintah, untuk memastikan keamanan vaksin ini. Selain itu masyarakat perlu mengetahui, bahwa hanya vaksin AstraZeneca dengan batch CTMAV547 saja yang dihentikan penggunaannya,” ujar Wiku dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (18/5).
Lanjutnya, pemerintah akan tetap memberikan vaksinasi AstraZeneca dari nomor batch yang berbeda, khususnya kepada masyarakat yang baru menerima satu dosis, untuk mencapai kekebalan individu yang sempurna dengan dosis kedua.
Penghentian untuk sementara itu karena dugaan kejadian pasca ikutan imunisasi (KIPI) yang serius setelah diberikan vaksin AstraZeneca dari batch CTMAV547, yang menyebabkan dua orang meninggal. Wiku mengingatkan masyarakat bahwa vaksinasi COVID-19 tidak bisa mengurangi peluang terjadinya sakit atau kematian akibat faktor lainnya yang kemungkinan sudah dimiliki oleh penerima vaksinasi, seperti penyakit bawaan atau komorbid.
Maka dari itu, sesuai dengan rekomendasi dari Komnas KIPI akibat laporan dugaan efek samping vaksin tersebut, Badan POM sedang melakukan pengujian toksisitas abnormal dan sterilisasi terhadap vaksin AstraZeneca COVAX batch CTMAV547 dan melakukan pemberhentian sementara.
“Studi lanjutan ini masih terus dilakukan dan pemerintah akan segera memberitahukan hasilnya kepada masyarakat,” tuturnya.
Bagi masyarakat yang sudah menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca dari CTMAV547, Wiku mengatakan, pemerintah akan tetap menunggu hasil pengujian dari BPOM sebelum memutuskan langkah selanjutnya.
“Terkait dengan jenis vaksin kedua, sampai saat ini sudah ada beberapa studi di dunia menyatakan menyampurkan kedua jenis vaksin dapat dilakukan. Namun, untuk Indonesia sampai saat ini belum ada agenda ini sejauh ini. Sebagaimana yang dianjurkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), Indonesia selalu melakukan pengawasan terhadap potensi kemunculan KIPI bukan karena efek negatif yang ditemukan di lapangan, langsung berkaitan dengan vaksin yang diberikan. Namun, demi surveilans dan upaya monitoring yang efektif,” papar Wiku.
Pakar: Vaksin AstraZeneca Aman
Sementara itu, pakar imuniasi dr Elizabeth Jane Soepardi meyakini vaksin AstraZeneca cukup aman untuk digunakan. Pasalnya vaksin COVID-19 buatan Inggris ini sudah digunakan dalam jumlah yang sangat banyak di berbagai negara di dunia.
“Lebih dari 1 miliar dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca telah diterima masyarakat dunia. WHO juga sudah menyatakan vaksin ini aman,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima oleh VOA, Rabu (19/5).
Terkait dengan berbagai pelaporan kasus pembekuan darah pasca vaksinasi AstraZeneca di beberapa negara Eropa, telah dikonfirmasi bahwa berdasarkan bukti yang ada, tidak menunjukkan bukti terjadinya pembekuan darah yang disebabkan oleh vaksin COVID-19 Astrazeneca.
“Data kesehatan di Eropa Utara sangat detail, sehingga ditemukan data bahwa kejadian pembekuan darah sebelum dan sesudah adanya vaksinasi nyatanya tidak terjadi peningkatan. Misalnya data pembekuan darah dalam setahun ada 1.000, setelah ada vaksinasi dengan AstraZeneca datanya tidak meningkat,” jelasnya.
Lanjut Jane, dalam kampanye vaksinasi adalah hal yang wajar bagi suatu negara untuk melakukan identifikasi potensi efek samping setelah imunisasi. Namun hal tersebut tidak berarti menunjukkan kejadian itu terkait dengan vaksinasi itu sendiri. KIPI tersebut, kata Jane, harus diselidiki untuk memastikan bahwa setiap masalah keamanan ditangani dengan cepat. Tentunya pemberian vaksin didasarkan pada analisis risiko versus manfaat.
“Kita harus mengetahui riwayat penyakit seseorang sebelum memutuskan apakah KIPI terkait dengan vaksinasi. Itulah yang saat ini sedang dikaji oleh Komnas KIPI,” ujarnya.
Dengan adaya kejadian ini, Jane berharap masyarakat tidak ragu mengikuti vaksinasi COVID-19, karena sudah terbukti manfaat dari vaksinasi tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan risikonya.
Vaksin AstraZeneca sendiri merupakan salah satu vaksin COVID-19 yang digunakan dalam program vaksinasi pemerintah. Vaksin ini telah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dari WHO dan mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini membuktikan keamanan dari vaksin yang diproduksi.
WHO sendiri menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif untuk melindungi orang dari risiko COVID-19 yang sangat serius, termasuk kematian, rawat inap, dan penyakit parah.
Negara di Eropa, seperti Inggris dan Italia, melaporkan terjadinya penurunan angka kematian yang sangat signifikan pasca digencarkannya vaksinasi COVID-19, termasuk penggunaan vaksin AstraZeneca. Di Italia sendiri, National Institute of Health (ISS) melaporkan pada 35 hari setelah dosis pertama, terdapat penurunan infeksi sebesar 80 persen, penurunan rawat inap sebesar 90 persen, dan penurunan kematian sebesar 95 persen.
Hasil penelitian di Inggris juga menunjukkan bahwa 21 hari pasca penyuntikan dosis tunggal vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech, terjadi penurunan angka infeksi COVID-19 sampai 65 persen. Ini termasuk penurunan infeksi dengan gejala sampai 74 persen dan penurunan infeksi tanpa gejala yang dilaporkan sampai 57 persen. [gi/ft]