Tautan-tautan Akses

Satu Dekade setelah Serangan Gas Sarin di Ghouta, Penyintas Suriah Kehilangan Harapan untuk Keadilan


Seorang perempuan berjalan melewati penjual BBM di Ein Terma, distrik Ghouta timur, Suriah, 26 Februari 2019. (Foto: Reuters)
Seorang perempuan berjalan melewati penjual BBM di Ein Terma, distrik Ghouta timur, Suriah, 26 Februari 2019. (Foto: Reuters)

Satu dekade setelah serangan gas sarin menewaskan ratusan orang dan menyebabkan ribuan lainnya terluka di Ghouta, kawasan pinggiran dekat Ibu Kota Suriah, Damaskus, para penyintas mengatakan belum ada pertanggungjawaban atas serangan itu atau kekejaman lain yang dilakukan selama konflik brutal di negara itu.

Puluhan sukarelawan dari pertahanan sipil Suriah, yang dikenal sebagai Helm Putih, pada Senin (21/8) berkumpul untuk memperingati 10 tahun serangan bahan kimia di Ghouta.

Abdel Rahman Sabhia, seorang perawat dan penyintas serangan itu, telah pindah ke Kota Afrin di Provinsi Aleppo, Suriah Utara, yang kini berada di bawah kelompok-kelompok dukungan Turki.

Sabhia, yang bekerja di sebuah rumah sakit lapangan sukarela di Ghouta pada waktu serangan gas itu mengatakan, “Kami kehilangan harapan pada masyarakat internasional. Mereka tidak membantu kami dengan apa pun. Mereka tidak menuntut pertanggungjawaban penjahat (Presiden Suriah) Bashar Assad. Mereka tidak membantu anak-anak yang kehilangan orang tua dan keluarga dalam konflik. Mereka tidak membantu mereka dengan apa pun. Mereka tidak menuntut pertanggungjawaban Bashar Assad yang menyerang kami dengan gas sarin dan senjata kimia. Kami belum melihat pertanggungjawaban apa pun dan kami kehilangan harapan.”

Pemerintah Suriah membantah pernah menggunakan senjata kimia. Rusia, sekutu utama Suriah, mengklaim serangan di Ghouta dilakukan oleh pasukan oposisi yang berupaya mendesakkan campur tangan militer asing. [uh/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG