JAKARTA —
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta Sabtu (3/11) menjelaskan, dua terduga teroris yang ditangkap Tim Densus 88 Antiteroris di Desa Kayamanya, Poso, Sulawesi Tengah diduga terkait jaringan teroris yang paling dicari aparat kepolisian, yakni jaringan Santoso. Selain itu, menurut Boy Rafli Amar, keduanya juga diduga turut andil dalam rangkaian teror di Palu.
"Tim Densus 88 bersama dengan Polda Sulteng menangkap dua terduga tindak pidana terorisme yaitu berinisial MY dan K. Ini merupakan hasil dari pemeriksaan tersangka teror yang sebelumnya," ungkap Boy Rafli Anwar. "Mereka ini terkait dengan rencana aksi teror dan beberapa tindak pidana teror di Palu. Mereka juga ikut dalam memfasilitasi pelatihan teror di Poso termasuk juga diduga ikut bersama saudara Santoso, buron pelaku teror di Poso dan Palu Sulawesi tengah," lanjutnya.
Boy Rafli menambahkan dalam upaya penangkapan kedua teroris itu, tim densus 88 terpaksa menembak salah seorang terduga teroris yang melemparkan sebuah bom rakitan ke arah petugas.
"Pada saat aparat melakukan pengepungan sebuah rumah tempat lokasi dua terduga teroris itu tinggal, salah seorang diantara mereka yang berinisial K, mencoba meloloskan diri sambil melemparkan bom rakitan berbentuk pipa bahan peledak. Maka dengan terpaksa petugas melumpuhkan yang bersangkutan,' jelas Boy Rafli.
Kontak Tembak Polisi dengan Kelompok Bersenjata di Poso
Usai penangkapan, para warga sekitar bersama keluarga terduga teroris melakukan aksi protes ke Polres Poso serta meminta jenazah K agar tidak dibawa ke Palu atau Jakarta untuk di lakukan otopsi. Warga menginginkan agar jenazah dikembalikan ke keluarga. Sempat terjadi kontak tembak antara aparat polisi dengan kelompok bersenjata di seputar wilayah Kelurahan Kayamanya Poso Kota dan Jalur transportasi trans Sulawesi.
"Yang kita tangkap itu kan ada di pemukiman umum. Dan kebetulan, ada ketidak puasan dari warga sekitar atas penangkapan itu. Kemudian simpatisannya melakukan perlawan dengan menggunakan senjata tajam, senjata api kepada petugas," demikian kata Brigjen Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. "Anggota kita ada yang terkena serpihan bom rakitan. Kita tangkap 10 orang lebih untuk kemudian diperiksa. Mereka kita tangkap karena melakukan perlawanan. Memang sempat terjadi hambatan di lokasi karena ini adalah jalur umum transportasi kendaraan. Para tokoh, dan DPRD dan masyarakat sejauh inimendukung upaya penegakkan hukum yang dilakukan polisi," lanjutnya.
Saat ini sedikitnya 1.000 personil polisi ditempatkan di Poso. Untuk sementara 650 personel terlibat dalam operasi pengamanan dan penegakan hukum. Selebihnya disiagakan dan akan diturunkan jika kondisi membutuhkan tambahan personel.
Peneliti masalah Terorisme Solahuddin mengatakan kelompok teroris sudah menjadikan Poso sebagai daerah basis pertahanan mereka.
"Pasca (perjanjian perdamaian konflik Poso) Malino, Poso itu betul-betul dijadikan daerah qoidah aminah atau daerah basis. Salah satu daerah dijadikan basis adalah, secara geografis bagus buat gerilya, dan Poso adalah sebuah daerah yang sangat cocok untuk gerilya. Yang kedua, ada dukungan dari masyarakat," kata Solahuddin.
Setelah kasus Tanah Runtuh 2007 kelompok-kelompok militan seperti Jamaah Islamiyah dan Kayamanya mulai redup setelah penangkapan para tokohnya. Baru pada tahun 2010 sisa kekuatan yang ada mulai menata organisasi dengan dipimpin oleh Santoso yang saat ini masih buron. Santoso menyatukan kelompok-kelompok militan di luar Poso, dan kemudian membangun pelatihan militer di Poso.
Teror di wilayah Poso seakan tak berkesudahan. Sebelumnya Poso dilanda konflik horizontal pada Desember 1998 dan April hingga Juni 2000. Kemudian pada 2007 Polisi melakukan penangkapan pelaku kerusuhan Poso di wilayah Gebang Rejo dan Kayamanya Poso kota. Dalam peristiwa ini, 13 warga sipil tewas termasuk satu orang polisi, setelah terjadi kontak senjata.
"Tim Densus 88 bersama dengan Polda Sulteng menangkap dua terduga tindak pidana terorisme yaitu berinisial MY dan K. Ini merupakan hasil dari pemeriksaan tersangka teror yang sebelumnya," ungkap Boy Rafli Anwar. "Mereka ini terkait dengan rencana aksi teror dan beberapa tindak pidana teror di Palu. Mereka juga ikut dalam memfasilitasi pelatihan teror di Poso termasuk juga diduga ikut bersama saudara Santoso, buron pelaku teror di Poso dan Palu Sulawesi tengah," lanjutnya.
Boy Rafli menambahkan dalam upaya penangkapan kedua teroris itu, tim densus 88 terpaksa menembak salah seorang terduga teroris yang melemparkan sebuah bom rakitan ke arah petugas.
"Pada saat aparat melakukan pengepungan sebuah rumah tempat lokasi dua terduga teroris itu tinggal, salah seorang diantara mereka yang berinisial K, mencoba meloloskan diri sambil melemparkan bom rakitan berbentuk pipa bahan peledak. Maka dengan terpaksa petugas melumpuhkan yang bersangkutan,' jelas Boy Rafli.
Kontak Tembak Polisi dengan Kelompok Bersenjata di Poso
Usai penangkapan, para warga sekitar bersama keluarga terduga teroris melakukan aksi protes ke Polres Poso serta meminta jenazah K agar tidak dibawa ke Palu atau Jakarta untuk di lakukan otopsi. Warga menginginkan agar jenazah dikembalikan ke keluarga. Sempat terjadi kontak tembak antara aparat polisi dengan kelompok bersenjata di seputar wilayah Kelurahan Kayamanya Poso Kota dan Jalur transportasi trans Sulawesi.
"Yang kita tangkap itu kan ada di pemukiman umum. Dan kebetulan, ada ketidak puasan dari warga sekitar atas penangkapan itu. Kemudian simpatisannya melakukan perlawan dengan menggunakan senjata tajam, senjata api kepada petugas," demikian kata Brigjen Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. "Anggota kita ada yang terkena serpihan bom rakitan. Kita tangkap 10 orang lebih untuk kemudian diperiksa. Mereka kita tangkap karena melakukan perlawanan. Memang sempat terjadi hambatan di lokasi karena ini adalah jalur umum transportasi kendaraan. Para tokoh, dan DPRD dan masyarakat sejauh inimendukung upaya penegakkan hukum yang dilakukan polisi," lanjutnya.
Saat ini sedikitnya 1.000 personil polisi ditempatkan di Poso. Untuk sementara 650 personel terlibat dalam operasi pengamanan dan penegakan hukum. Selebihnya disiagakan dan akan diturunkan jika kondisi membutuhkan tambahan personel.
Peneliti masalah Terorisme Solahuddin mengatakan kelompok teroris sudah menjadikan Poso sebagai daerah basis pertahanan mereka.
"Pasca (perjanjian perdamaian konflik Poso) Malino, Poso itu betul-betul dijadikan daerah qoidah aminah atau daerah basis. Salah satu daerah dijadikan basis adalah, secara geografis bagus buat gerilya, dan Poso adalah sebuah daerah yang sangat cocok untuk gerilya. Yang kedua, ada dukungan dari masyarakat," kata Solahuddin.
Setelah kasus Tanah Runtuh 2007 kelompok-kelompok militan seperti Jamaah Islamiyah dan Kayamanya mulai redup setelah penangkapan para tokohnya. Baru pada tahun 2010 sisa kekuatan yang ada mulai menata organisasi dengan dipimpin oleh Santoso yang saat ini masih buron. Santoso menyatukan kelompok-kelompok militan di luar Poso, dan kemudian membangun pelatihan militer di Poso.
Teror di wilayah Poso seakan tak berkesudahan. Sebelumnya Poso dilanda konflik horizontal pada Desember 1998 dan April hingga Juni 2000. Kemudian pada 2007 Polisi melakukan penangkapan pelaku kerusuhan Poso di wilayah Gebang Rejo dan Kayamanya Poso kota. Dalam peristiwa ini, 13 warga sipil tewas termasuk satu orang polisi, setelah terjadi kontak senjata.