Kimia Alizadeh, satu-satunya atlet putri Iran peraih medali Olimpiade, mengatakan telah meninggalkan negara itu selamanya. Dia mengecam apa yang disebutnya sistem politik Iran yang "tidak adil" dan "munafik" yang memanfaatkan dan mempermalukan para atlet demi tujuan politik.
"Apakah saya harus memulai dengan halo, selamat tinggal, atau turut berduka cita?" tulisnya di akun Instagramnya pada 11 Januari.
Alizadeh, 21 tahun, yang memenangkan sebuah medali perunggu lewat cabang taekwondo pada Olimpiade di Rio de Janeiro, Brazil pada 2016, tidak mengatakan dia berada di mana. Tapi sebelumnya dia pernah mengatakan ingin menetap di Belanda.
Dalam pernyataannya, dia mengatakan hanya menginginkan "taekwondo, keamanan, dan kehidupan yang bahagia dan sehat."
Tetapi dia mengatakan tidak mau lagi "duduk di meja yang penuh kemunafikan, kebohongan, ketidakadilan, dan pujian."
"Saya adalah salah satu dari jutaan perempuan tertindas di Iran yang telah mereka permainkan selama bertahun-tahun," tulisnya.
"Saya mengenakan apa pun yang mereka suruh," katanya, mengacu pada hijab yang wajib dikenakan semua perempuan di tempat umum di Iran, negara yang sangat konservatif.
"Saya mengatakan apa pun yang mereka perintahkan," tulisnya, menambahkan bahwa "kami tidak berharga bagi mereka."
Kabar hilangnya Alizadeh pada 9 Januari memicu kekhawatiran di Iran. Kantor berita semi resmi ISNA melaporkan: "Pukulan bagi taekwondo Iran. Kimia Alizadeh telah pindah ke Belanda."
ISNA menulis bahwa awalnya mengira Alizadeh akan berkompetisi di Olimpiade Tokyo 2020, tetapi tidak sebagai anggota tim Iran.
Dalam pernyataannya, Alizadeh tidak mengungkap rencananya, tetapi mengatakan kepada "rakyat Iran tercinta" bahwa dia akan tetap merupakan "seorang anak Iran dimana saja" dia tinggal.
Pada Oktober, Alizadeh masuk dalam daftar 100 "perempuan paling inspiratif dan berpengaruh dari seluruh dunia" pada 2019. Daftar itu dibuat oleh BBC berdasarkan tema "perempuan masa depan."
Media barat ketika itu mengatakan peraih medali taekwondo Iran itu dianggap telah "memberdayakan para perempuan dan anak perempuan Iran untuk menembus batas-batas kebebasan pribadi," tulis BBC, mengutip harian Financial Times. [vm/pp]