Satu warga negara China berumur tiga tahun dirawat di ruang isolasi RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. Sejauh ini, tidak ditemukan gejala terkait virus corona. Meski begitu, kepastian statusnya masih menunggu hasil uji lab Kemenkes, di Jakarta.
Sebuah foto tangkapan layar data pasien beredar di media sosial di Yogyakarta. Data yang semestinya rahasia itu, menyebut adanya anak berusia tiga tahun asal China yang diduga terinveksi nCoV atau virus corona baru. Pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Sardjito pada Selasa (28/1).
Hingga Rabu, pasien dirawat di ruang isolasi rumah sakit tersebut, dan dipantau oleh dokter spesialis anak, Amalia Setyati.
“Kemarin kami menerima rujukan dari salah satu rumah sakit, untuk pasien ini, dan kami terima. Pasien datang dengan demam, kemudian batuk pilek, datang dari China, tidak ada sesak nafas, tapi pasien memang tidak mau makan dan minum,” kata Amalia.
Wisatawan dari China
Sejauh informasi yang diperoleh, pasien tersebut adalah wisatawan asal Shanghai, China, datang bersama orang tuanya ke Yogyakarta pada Jumat malam. Anak tersebut tiba dalam kondisi demam, batuk dan pilek sehingga belum sempat bepergian. Pada Selasa (28/1), kedua orang tuanya membawa anak tersebut ke rumah sakit. Dokter di rumah sakit pertama ini mendiagnosa pasien dengan suspect nCoV dan segera merujuknya ke RSUP DrSardjito.
Namun, setelah observasi di Sardjito, Amalia Setyati meyakinkan kasus ini bukan virus corona.
“Hari ini (Rabu-red), sampai siang ini tidak demam, anak sudah mulai mau makan. Diet dari rumah sakit dimakan anak, kemudian infus sudah kita lepas. Kondisi terakhir tidak ada sesak nafas, batuknya sudah jauh berkurang,” tambah Amalia.
Kedua orang tua anak, lanjut Amalia, tidak diperiksa karena tidak memiliki gejala sakit sama sekali. Jika pun diperiksa, hasilnya akan negatif, ujarnya. Amalia meminta semua pihak tenang, dan keputusan akhir akan dipastikan melalui hasil uji Kemenkes.
“Sampel darah, swab tenggorokan dan hidung sudah dibawa ke Jakarta. Nanti kita akan edukasi tergantung hasilnya. Tidak ada masalah. Orang tuanya juga tidak ada gejala apa-apa,” ujarnya.
Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr.Sardjito, Banu Hermawan meminta seluruh pihak untuk tidak menyebarkan identitas anak yang sedang dirawat. Selain itu, upaya rujukan ke rumah sakit tersebut, adalah sebagai langkah koordinasi. Apalagi, posisi RSUP Dr.Sardjito yang ditunjuk sebagai salah satu dari 100 rumah sakit rujukan terkait virus corona oleh Kementerian Kesehatan.
“Kami nyatakan, pasien ini belum menunjukkan tanda-tanda adanya coronavirus. Itu yang paling penting kita pahami. Pasien ini masih dalam kategori penanganan biasa. Walaupun memang kita tempatkan di ruang isolasi, tetapi ini penanganan biasa. Bukan standar untuk coronavirus, karena tanda-tanda kesana belum ada,” jelas Banu.
Pasien Dalam Pemantauan
Kemenkes sendiri telah menetapkan empat jenjang kasus virus corona, yaitu kasus dalam pemantauan, kasus dalam pengawasan, probable, dan confirm. Pada tahap pemantauan, pasien mengalami gejala flu-like syndrome, namun belum sampai pneumonia.
Menurut Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP Dr.Sardjito, dr.Andaru Dahesih Dewi, yang terjadi pada pasien anak asal China ini masih pada tahap pemantauan tadi.
“Pasien dokter Amalia tadi, yang dirujuk dari rumah sakit sebelumnya, itu batuk pilek, demam, dan berasal dari daerah wabah. Jadi kalaupun kami harus mewaspadai, itu terkait kewaspadaan coronavirus, maka levelnya adalah di pemantauan, dan alhamdulillah setelah dipantau satu hari itu kondisinya membaik,” papar Andaru.
Andaru mengklarifikasi pasien dalam perawatan ini, yang tidak memenuhi kriteria sebagai dasar harus dilakukan tindakan khusus. Indikasi dirawatnya anak itu, lanjutnya, bukan karena tanda-tanda infeksi virus corona, tetapi lebih karena kebutuhan medis anak tersebut agar pulih kesehatannya lebih cepat.
Andaru meyakinkan masyarakat, bahwa cara-cara penanganan pasien di RSUP Dr.Sardjito selalu memperhatikan prinsip-prinsip kewaspadaan.
“Sekali lagi, mau ada kasus atau tidak. Mau dalam kondisi politis yang seperti ini atau tidak. Dalam menghadapi pasien yang terduga infeksi apapun, rumah sakit ini sudah menstandarkan harus melaksanakan kewaspadaan seperti apa,” tambahnya.
Indonesia Harus Tingkatkan Kewaspadaan
Ditemui terpisah, pakar penyakit dalam spesialis paru-paru (Internis Pulmonologist) dr. Sumardi, menyebut karena kasus virus corona sudah ditemukan di Singapura, Indonesia harus lebih waspada. Sumardi adalah dosen di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas GadjahMada, Yogyakarta.
“Itu kalau sudah sampai Singapura, persis seperti SARS. Isolasi bepergian ke Singapura itu sudah dibatasi, sangat dibatasi. Sekarang belajar dari peristiwa SARS dulu, itu lebih ketat lagi, terutama yang dari Batam. Batam itu sangat mudah sekali ke Singapura, orang dengan mudahnya transportasi ke Singapura, itu memudahkan virusnya menyebar ke Batam untuk selanjutnya ke Indonesia,” kata Sumardi.
Namun, dia mengakui pembatasan ini tidak akan mudah. Masyarakat Batam setiap hari keluar-masuk ke Singapura, dan tidak semuanya melalui pelabuhan besar. Bisnis di kawasan ini juga sangat ditopang oleh jalur jual-beli langsung ke Singapura. Karena itu, tantangan besar bagi pemerintah adalah memberikan informasi selengkap mungkin kepada masyarakat Batam, tentang bahaya virus corona.
Sumardi juga mengimbau masyarakat Indonesia tenang dan tidak khawatir berlebihan menghadapi virus corona ini. Paling penting adalah meningkatkan kewaspadaan dengan menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
“Virus corona ini bisa menyerang siapa saja, segala usia, tetapi risiko lebih besar pada orang dengan daya tahan tubuh lemah. Gejalanya sama persis seperti orang flu, sehingga kadang membuat bingung. Namun, saat di hari kedua masih demam dan tiba-tibak sesak nafas, harus segera dibawa ke rumah sakit, apalagi yang habis pulang dari China karena ada risiko terinfeksi,” tambahnya.
Sumardi menambahkan, efek virus corona dapat lebih serius bagi mereka yang memiliki penyakit kronis seperti jantung, diabetes, liver, kanker dan sejenisnya. Alasannya, mereka memiliki imunitas rendah sehingga rentan serangan virus. [ns/uh]