Arab Saudi menghentikan dialog dengan Qatar untuk menyelesaikan konflik, menyusul perselisihan baru terkait pembicaraan telepon antara Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed Ben Salman, dan Emir Qatar, Tamim. Arab Saudi mengklaim Kantor Berita Qatar menyalahartikan isi percakapan telepon itu.
Arab Saudi dan Qatar tampaknya kembali terlibat adu suara, karena media kedua negara berselisih soal percakapan telepon hari Sabtu antara pemimpin kedua negara, yang katanya untuk menengahi konflik yang sudah berlangsung tiga bulan.
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed Ben Salman dan Emir Qatar Tamim Ben Hamed akhirnya berbicara, setelah Presiden Amerika Donald Trump dan Emir Kuwait Sheikh Sabah Ahmed al Sabah berusaha mempertemukan kedua pihak.
Media Qatar melaporkan, Ben Salman dan Sheikh Tamim masing-masing sepakat menunjuk seorang utusan untuk mendiskusikan masalah yang masih ada, menyusul usaha mediasi oleh Presiden Trump. Dikatakan, kedua pihak sepakat mengenai perlunya menyelesaikan konflik di meja perundingan "guna menjaga persatuan dan stabilitas Dewan Kerjasama Teluk, tanpa mengorbankan kedaulatan negara masing-masing."
Tetapi Kantor Berita Arab Saudi, Saudi Press Agency, tidak menyebut penunjukan utusan untuk membahas konflik itu, dan berkeras bahwa Putra Mahkota Mohammed akan berbicara dengan sekutu Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir sebelum merilis rincian substansi pembicaraannya dengan emir Qatar.
Konflik antara Qatar dan negara-negara tetangganya: Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, yang didukung Mesir, meletus tanggal 5 Juni, setelah negara-negara tersebut menuntut agar Qatar mengakhiri dugaan dukungannya terhadap kelompok-kelompok teroris di Timur Tengah dan Afrika Utara. Negara-negara tetangga Qatar itu juga memberlakukan pemboikotan ekonomi terhadap Qatar, menutup perbatasan, pelabuhan dan wilayah udara mereka sampai negara itu memenuhi 13 tuntutan utama.
Kepada VOA, Hilal Khashan, dosen ilmu politik pada American University of Beirut, mengatakan perselisihan antara media Qatar dan Arab Saudi itu hanyalah tabir untuk usaha mediasi yang sedang berlangsung, dan Arab Saudi tidak ingin membuat marah sekutu-sekutunya dengan memberi kesan bahwa negara itu menyerah pada Qatar.
"Yang menjadi masalah bukan apa yang dikatakan media Saudi, tetapi adanya percakapan telepon itu sendiri. Orang-orang Saudi menyatakan tidak mau menyerah. Mereka perlu melakukan itu untuk memberi kesan bahwa mereka tidak mundur dari tuntutan awal mereka," ujar Hilal Khashan.
Menurut Khashan, negosiasi di dunia Arab mencakup usaha menyelamatkan muka yang sama penting dengan tindakan substantif.
Khashan berpendapat, konflik dengan Qatar - jika berlanjut – dalam jangka panjang akan menguntungkan Iran, dan itu akan sangat tidak bisa diterima oleh Arab Saudi.
Qatar baru-baru ini memulihkan hubungan diplomatik dengan Iran, menyusul putusnya hubungan yang dikoordinasikan negara-negara lain Dewan Kerjasama Teluk (GCC). GCC belum memulihkan hubungan dengan Iran. [ka/ii]