Badan bantuan internasional “Save the Children” mengatakan sekitar 85.000 anak di bawah usia lima tahun diperkirakan telah meninggal akibat kelaparan dan penyakit sejak meluasnya perang saudara di Yaman tahun 2015.
“Save the Children” menyampaikan data berdasarkan angka kematian anak-anak yang menderita kekurangan gizi akut dan tidak diobati. PBB mengatakan lebih dari 1,3 juta anak menderita kekurangan gizi akut sejak koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi-Syiah di Yaman, Maret 2015 lalu.
Kelompok itu mengatakan berdasarkan “perhitungan konservatif” ada 84.701 anak yang meninggal dunia, dan kajian historis menunjukkan bahwa 20-30 persen kasus anak yang tidak diobati telah menyebabkan kematian tersebut. Ditambahkan, angka itu dihitung berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan di daerah dimana kelompok-kelompok bantuan tidak dapat melakukan intervensi.
“Untuk setiap anak yang tewas akibat bom dan peluru, ada puluhan yang mati kelaparan, dan ini jelas dapat dicegah,” ujar Direktur “Save the Children” Tamer Kirolos. “Anak-anak yang meninggal karena kekurangan gizi akut ini sangat menderita karena fungsi organ vital mereka melambat dan akhirnya berhenti bekerja,” tambahnya.
Perang telah melahirkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Tiga per empat penduduk Yaman perlu diselamatkan dan lebih dari delapan juta orang lainnya menghadapi risiko kelaparan. Puluhan ribu orang diyakini tewas dalam pertempuran. Associated Press melaporkan dari daerah-daerah yang menghadapi bencana kelaparan terburuk.
“Save the Children” menilai pemblokiran yang dipimpin Arab Saudi, yang diperketat tahun lalu setelah pemberontak terkait Iran meluncurkan rudal balistik ke ibukota Riyadh, sebagai penyebab meluasnya bencana kelaparan di Yaman.
Ditambahkan bahwa impor komersil lewat pelabuhan yang dikuasai pemberontak telah anjlok lebih dari 55 metrik ton per bulan, yang padahal cukup untuk memenuhi kebutuhan 4,4 juta warga. “Save the Children” menegaskan bahwa pihaknya terpaksa membawa pasokan bagi warga di bagian utara Yaman lewat pelabuhan Aden di selatan negara itu, yang akhirnya memperlambat pengiriman bantuan.
Dampak pembunuhan wartawan Arab Saudi, Jamal Khashoggi, telah menarik perhatian terhadap perang dan kehancuran di Yaman. Utusan PBB Martin Griffiths mengatakan kedua pihak telah setuju untuk menghadiri pembicaraan damai “segera,” dan hari Rabu (21/11) ia telah mengunjungi ibukota yang dikuasai pemberontak, Sanaa, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Houthi-Syriah. Namun pertempuran masih terus berkecamuk di Hodeida dan daerah lain, dan upaya perdamaian sebelumnya telah gagal menghasilkan kesepakatan apapun guna menghentikan terjadinya aksi kekerasan. (em)