Pekan lalu, Save The Children Indonesia menginisiasi dialog dengar suara anak untuk penyempurnaan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang sedang digodok DPR. Kegiatan secara daring itu membuka ruang bagi anak untuk memberi rekomendasi agar upaya pengurangan risiko dan penanggulangan bencana dapat lebih berpihak pada anak.
Anak-anak menjadi kelompok paling rentan dalam setiap kejadian bencana, kata Dewi Soeharto, Wakil Ketua Dewan Pembina Yayasan Sayangi Tunas Cilik.
Mengutip hasil survei yayasan yang menaungi Save the Children Indonesia itu pada tahun 2019 di tiga kabupaten di Jawa Barat, Dewi mengatakan, satu dari dua anak tidak tahu cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
Dalam masa pandemi, kata Dewi dalam diskusi daring Rabu lalu bertajuk Membangun Indonesia Tangguh Dari dan Bersama Generasi Penerus, ketidaktahuan akan karakteristik penyebaran virus corona menyebabkan banyak anak tertular virus tersebut.
Kementerian Kesehatan RI, melalui channel YouTube BNPB Senin (20/7) menyatakan berdasarkan data Satgas COVID-19, per tanggal 19 Juli 2020 terdapat 7.008 kasus positif COVID-19 pada anak, atau 8,1 persen dari jumlah 79,5 juta anak. Dari jumlah anak yang terpapar itu 1,6 persen diantaranya meninggal dunia.
Bencana alam banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada 13 Juli 2020 menyebabkan 38 korban meninggal dunia dimana empat diantaranya berusia 18 tahun ke bawah.
Diskusi itu membuka ruang bagi anak-anak yang tinggal di daerah rawan bencana menyampaikan pengalaman dan memberi rekomendasi berdasar bencana, yang mereka alami.
Wahyu, dari Sulawesi Tengah, mengungkapkan kesulitan pasca gempa 28 September 2018. Ia tidak bisa mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Andi Sufriani mengaku masih diliputi gangguan kecemasan pasca gempa bumi kuat 2018. “Setiap kali mendengar gemuruh, saya cemas, takut, bahkan gemetar.”
Di Nusa Tenggara Timur, Abi berharap pemerintah dapat melakukan kegiatan penghijauan pada lahan-lahan tidur serta membuat lebih banyak embung atau sumur resapan untuk menyediakan cadangan air bagi masyarakat pada musim kemarau yang panjang akibat perubahan iklim.
“Mata air dan sumur-sumur banyak yang mengering sehingga sulit mendapat air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anak-anak harus berjalan 2-3 kilometer untuk mendapat air bersih dua jerigan kecil,” kata Abi.
Prioritas Perlindungan Kelompok Rentan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzly, mengatakan berbagai rekomendasi yang disampaikan anak-anak sudah dimasukkan materi revisi undang-undang penanggulangan bencana yang akan dibahas bersama pemerintah. Revisi, kata Ace Hasan, untuk memperkuat kelembagaan BNPB dan pihak-pihak yang terkait penanganan bencana di Indonesia, termasuk penanganan wabah COVID-19 sebagai bencana non alam.
“Misalnya tentang apa kemarin yang terjadi di Sulawesi Tengah, likuifaksi, kemudian gelombang laut berbahaya, termasuk pandemi, epidemi itu memang tidak secara tegas di undang-undang yang lama disebutkan. Di dalam undang-undang yang baru ini kami tegaskan beberapa jenis bencana,” kata Ace Hasan.
Mitigasi bencana juga ditempuh melalui edukasi kebencanaan melalui muatan kurikulum pendidikan, yang disesuaikan dengan potensi bencana di daerah tersebut.
Ace Hasan menambahkan, materi revisi juga memastikan perlindungan kelompok rentan dalam menghadapi dampak bencana yang memprioritaskan proses penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial bagi bayi, balita dan anak-anak.
Revisi juga menitik beratkan pada upaya pencegahan dalam tahap pra bencana. Salah satunya adalah mewajibkan adanya analisis risiko potensi bencana dalam setiap rencana pembangunan pemerintah. [yl/ka]