JAKARTA —
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, mengumpulkan 33 Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD) Partai Demokrat di seluruh Indonesia, Minggu malam (10/02) di kediaman SBY di Puri Cikeas Bogor. Pertemuan ini dilakukan untuk menandatangani pakta integritas yang wajib dilakukan semua pengurus Partai Demokrat.
Dalam pertemuan ini, SBY menjawab munculnya tudingan bahwa dirinya lebih memilih mengurus partai daripada negara. SBY pastikan, dirinya selaku Presiden Republik Indonesia, tidak akan melalaikan tugasnya selaku kepala pemerintahan selama ia memimpin pembenahan di internal Partai Demokrat.
SBY menegaskan, "Melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan partai ini, ada yang memberikan komentar saya kira saudara juga sudah mendengar, kenapa SBY harus ngurusi partai, mestinya mengurusi pemerintahan dan negara. Saya pastikan di hadapan rakyat Indonesia bahwa saya tidak melalaikan tugas saya yang utama yaitu menjalankan roda pemerintahan dan memimpin kehidupan bernegara. Jadi saya tetap pada sumpah saya untuk lebih mementingkan negara dan pemerintahan."
Ia menjelaskan beberapa kader Demokrat, menginginkan dirinya sebagai ketua Majelis Tinggi, untuk melakukan tindakan di saat elektabilitas partai sedang rendah. SBY meminta kepada orang-orang di luar Partai Demokrat, untuk membiarkan Partai Demokrat untuk bekerja. Ia menilai Partai Demokrat sedang mengalami ujian sejarah yang tidak ringan.
10 butir pakta integritas yang wajib ditandatangani oleh seluruh kader dan jajaran utama partai Demokrat umumnya berisi kewajiban mematuhi segala aturan yang berlaku dalam internal partai, termasuk menjaga nama baik Partai Demokrat. Selain itu, pakta integritas ini juga ditujukan untuk seluruh kader Demokrat yang kebetulan duduk sebagai pejabat Negara di legislatif maupun eksekutif, pusat dan daerah.
SBY menambahkan, "Menjaga integritas dan terus memajukan kesejahteraan bangsa negara, dan menjaga nama baik Partai Demokrat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, saya akan terus menjunjung tinggi kader yang bersih, cerdas dan santun. Kedua, dalam tugas utamanya adalah melayani masyarakat, adil dalam bekerja untuk semua dan tidak melakukan keputusan yang diskriminatif antara suku, agama gender dan berbagai perbedaan indentitas lainnya."
SBY saat membacakan 10 pakta integritas itu menekankan, kader Partai Demokrat harus taat pada hukum sebagai cerminan sikap pada warga negara yang baik dan kader partai yang amanah dan tanggungjawab, dan siap menghadapi pemecatan dari Dewan Kehormatan Partai jika ditetapkan sebagai tersangka oleh intansi penegak hukum khususnya terkait kasus suap, korupsi dan lainnya.
"Dalam hal saya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi atau terdakwa dan terpidana dalam kejahatan berat lain, saya bersedia mengundurkan diri dari jabatan saya di Partai Demokrat. Atau siap menerima sanksi pemberhentian saya dari jabatan kepartaian saya oleh Dewan kehormatan Partai."
10 pakta integritas yang dibacakan SBY itu, juga menekankan agar seluruh kader demokrat menyerahkan data kekayaan kepada Dewan Kehormatan beserta NPWP wajib pajak.
Penandatangan 10 butir pakta integritas itu selain dihadiri 33 pimpinan Demokrat tingkat provinsi, juga dihadiri seluruh petinggi partai di jajaran Dewan Pembina dan Majelis Tinggi Partai. Namun acara itu tidak dihadiri oleh Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat.
Sebelumnya SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat memerintahkan agar Anas fokus pada masalah kasus dugaan suap proyek Hambalang yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anas Urbaningrum memastikan dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai, meski SBY telah mengambil alih kepemimpinan partai.
"Dalam rapat (pada Jumat malam di Cikeas) itu, Ketua Majelis Tinggi mengatakan bahwa Anas Urbaningrum masih Ketua Umum dan Wakil Ketua Majelis Tinggi. Karena itu saya masih menjalankan kegiatan harian partai. Itu semua mengacu pada hierarki dan konstitusi partai," papar Anas.
Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi memastikan, Anas Urbaningrum belum ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek Hambalang, menyusul maraknya pemberitaan beberapa media bahwa Anas Urbaningrum telah menjadi tersangka.
"Selama ini belum ada penjelasan resmi yang disampaikan oleh KPK baik melalui pimpinan atau orang-orang yang ditunjuk untuk memberikan penjelasan soal status hukum dari Anas," ujar Johan Budi.
Pada 7 Februari lalu, Mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, terpidana 7 tahun penjara kasasi Mahkamah Agung dalam kasus Wisma Atlit, menyerahkan bukti baru kepada penyidik KPK soal dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dalam kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat.
KPK saat itu memanggil Nazaruddin sebagai saksi untuk proyek dengan nilai keseluruhan Rp1,17 triliun yang menggunakan skema tahun jamak dalam APBN-Perubahan 2010.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Alfian Malarangeng dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Deddy Kusdinar, sebagai tersangka kasus Hambalang Jawa Barat.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Pengadaan proyek Hambalang ditangani Kerjasama Operasi PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 70 orang, antara lain mantan Kepala BPN Joyo Winoto dan anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono. KPK juga melarang beberapa orang pengusaha berpergian ke luar negeri. Mereka adalah Direktur Ceriajasa Cipta Mandiri Aman Santoso, Direktur Yodha Karya Yudi Wahyono, Direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati, dan Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan nilai kerugian negara dalam proyek Hambalang senilai Rp243,6 miliar.
Dalam pertemuan ini, SBY menjawab munculnya tudingan bahwa dirinya lebih memilih mengurus partai daripada negara. SBY pastikan, dirinya selaku Presiden Republik Indonesia, tidak akan melalaikan tugasnya selaku kepala pemerintahan selama ia memimpin pembenahan di internal Partai Demokrat.
SBY menegaskan, "Melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan partai ini, ada yang memberikan komentar saya kira saudara juga sudah mendengar, kenapa SBY harus ngurusi partai, mestinya mengurusi pemerintahan dan negara. Saya pastikan di hadapan rakyat Indonesia bahwa saya tidak melalaikan tugas saya yang utama yaitu menjalankan roda pemerintahan dan memimpin kehidupan bernegara. Jadi saya tetap pada sumpah saya untuk lebih mementingkan negara dan pemerintahan."
Ia menjelaskan beberapa kader Demokrat, menginginkan dirinya sebagai ketua Majelis Tinggi, untuk melakukan tindakan di saat elektabilitas partai sedang rendah. SBY meminta kepada orang-orang di luar Partai Demokrat, untuk membiarkan Partai Demokrat untuk bekerja. Ia menilai Partai Demokrat sedang mengalami ujian sejarah yang tidak ringan.
10 butir pakta integritas yang wajib ditandatangani oleh seluruh kader dan jajaran utama partai Demokrat umumnya berisi kewajiban mematuhi segala aturan yang berlaku dalam internal partai, termasuk menjaga nama baik Partai Demokrat. Selain itu, pakta integritas ini juga ditujukan untuk seluruh kader Demokrat yang kebetulan duduk sebagai pejabat Negara di legislatif maupun eksekutif, pusat dan daerah.
SBY menambahkan, "Menjaga integritas dan terus memajukan kesejahteraan bangsa negara, dan menjaga nama baik Partai Demokrat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, saya akan terus menjunjung tinggi kader yang bersih, cerdas dan santun. Kedua, dalam tugas utamanya adalah melayani masyarakat, adil dalam bekerja untuk semua dan tidak melakukan keputusan yang diskriminatif antara suku, agama gender dan berbagai perbedaan indentitas lainnya."
SBY saat membacakan 10 pakta integritas itu menekankan, kader Partai Demokrat harus taat pada hukum sebagai cerminan sikap pada warga negara yang baik dan kader partai yang amanah dan tanggungjawab, dan siap menghadapi pemecatan dari Dewan Kehormatan Partai jika ditetapkan sebagai tersangka oleh intansi penegak hukum khususnya terkait kasus suap, korupsi dan lainnya.
"Dalam hal saya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi atau terdakwa dan terpidana dalam kejahatan berat lain, saya bersedia mengundurkan diri dari jabatan saya di Partai Demokrat. Atau siap menerima sanksi pemberhentian saya dari jabatan kepartaian saya oleh Dewan kehormatan Partai."
10 pakta integritas yang dibacakan SBY itu, juga menekankan agar seluruh kader demokrat menyerahkan data kekayaan kepada Dewan Kehormatan beserta NPWP wajib pajak.
Penandatangan 10 butir pakta integritas itu selain dihadiri 33 pimpinan Demokrat tingkat provinsi, juga dihadiri seluruh petinggi partai di jajaran Dewan Pembina dan Majelis Tinggi Partai. Namun acara itu tidak dihadiri oleh Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat.
Sebelumnya SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat memerintahkan agar Anas fokus pada masalah kasus dugaan suap proyek Hambalang yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anas Urbaningrum memastikan dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai, meski SBY telah mengambil alih kepemimpinan partai.
"Dalam rapat (pada Jumat malam di Cikeas) itu, Ketua Majelis Tinggi mengatakan bahwa Anas Urbaningrum masih Ketua Umum dan Wakil Ketua Majelis Tinggi. Karena itu saya masih menjalankan kegiatan harian partai. Itu semua mengacu pada hierarki dan konstitusi partai," papar Anas.
Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi memastikan, Anas Urbaningrum belum ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek Hambalang, menyusul maraknya pemberitaan beberapa media bahwa Anas Urbaningrum telah menjadi tersangka.
"Selama ini belum ada penjelasan resmi yang disampaikan oleh KPK baik melalui pimpinan atau orang-orang yang ditunjuk untuk memberikan penjelasan soal status hukum dari Anas," ujar Johan Budi.
Pada 7 Februari lalu, Mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, terpidana 7 tahun penjara kasasi Mahkamah Agung dalam kasus Wisma Atlit, menyerahkan bukti baru kepada penyidik KPK soal dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dalam kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat.
KPK saat itu memanggil Nazaruddin sebagai saksi untuk proyek dengan nilai keseluruhan Rp1,17 triliun yang menggunakan skema tahun jamak dalam APBN-Perubahan 2010.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Alfian Malarangeng dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Deddy Kusdinar, sebagai tersangka kasus Hambalang Jawa Barat.
KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang sejak Agustus 2011. Setidaknya ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang yangg ditaksir KPK mencapai Rp2,5 triliun. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat dan pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multiyears. Pengadaan proyek Hambalang ditangani Kerjasama Operasi PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Untuk mengembangkan penyelidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sekitar 70 orang, antara lain mantan Kepala BPN Joyo Winoto dan anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono. KPK juga melarang beberapa orang pengusaha berpergian ke luar negeri. Mereka adalah Direktur Ceriajasa Cipta Mandiri Aman Santoso, Direktur Yodha Karya Yudi Wahyono, Direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati, dan Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng. Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan nilai kerugian negara dalam proyek Hambalang senilai Rp243,6 miliar.