Presiden ke-44 AS, Barack Obama, adalah salah satu yang menentang pemberlakuan undang-undang (UU) yang membatasi buku untuk anak-anak dan pengkategorian baru buku-buku di perpustakaan umum.
“Saat ini beberapa buku yang membentuk kehidupan saya – dan kehidupan begitu banyak orang – ditantang oleh orang-orang yang tidak setuju dengan ide atau perspektif tertentu. Pustakawan berada di garis depan, berjuang setiap hari untuk membuat opini, cara pandang dan ide seluas mungkin agar tersedia bagi semua orang,” cuit Obama melalui Twitter.
Gubernur negara bagian Texas Greg Abbott pada Juni lalu menandatangani UU yang melarang apa yang disebutnya sebagai buku-buku yang “eksplisit secara seksual, sangat vulgar, atau tidak sesuai dengan pendidikan” dari sekolah.
Undang-undang itu akan mewajibkan negara bagian Texas untuk membuat sistem peringkat baru untuk buku-buku di perpustakaan sekolah umum. Abbott mengatakan ada citra dan materi dalam beberapa buku perpustakaan yang tidak sesuai untuk anak-anak.
Undang-undang serupa di negara bagian Arkansas juga akan mulai berlaku pada Agustus nanti. Pustakawan yang diketahui melanggar aturan ini akan dikenai tuntutan pidana.
Asosiasi Perpustakaan Arkansas telah mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan penerapan undang-undang tersebut. Carol Coffey di Asosiasi Perpustakaan Arkansas mengatakan aturan hukum itu memiliki kata-kata yang sangat samar sehingga tidak jelas bagaimana mengikutinya.
“Mereka yang memberlakukan undang-undang itu bicara tentang materi seksual yang eksplisit. Beberapa buku yang disebutkan judulnya antara lain “It’s Perfectly Normal” karya Robie Harris, yang merupakan buku pendidikan seks,” kata Carol
“Buku ini dimaksudkan untuk membantu orang tua mengajar anak mereka. Setiap orang memiliki pandangan berbeda tentang apa yang layak dan tidak, yang akhirnya menjadi bagian dari masalah," imbuhnya.
Pelarangan buku jadi tren
Texas dan Arkansas tidak sendiri. Menurut Nadine Johnson, pakar di PEN America, suatu organisasi nirlaba yang fokus pada kebebasan berbicara, undang-undang pelarangan buku yang diberlakukan di Texas dan Arkansas adalah bagian dari tren.
“Selama beberapa tahun terakhir ini, PEN America telah melacak apa yang terjadi dengan pelarangan buku di seluruh negara ini. Kami mendapati bahwa sedikitnya ada 32 negara bagian yang terdampak larangan seperti itu,” ujar Nadine.
PEN America mendapati bahwa buku-buku yang paling sering diteliti mengangkat isu-isu seksualitas, ras dan gender, serta kesesuaian usia. Para kritikus mengatakan larangan itu ditujukan untuk menghapus materi yang berbicara tentang komunitas LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer)
Nadine Johnson mengatakan larangan yang menarget kelompok tertentu ini ilegal dan dapat berdampak negatif pada anak-anak, remaja dan masyarakat Amerika.
“Apa yang kita lihat sekarang adalah sensor materi yang diamanatkan oleh pemerintah. Ini sedianya mengkhawatirkan semua pihak, terlepas dari sudut pandang atau ideologi politik mereka karena hal terakhir yang kita butuhkan adalah kehadiran atau campur tangan pemerintah yang mengatakan kitab oleh atau tidak boleh mengakses buku-buku ini. Hal ini jelas melanggar hak-hak konstitusional kita,” jelas Nadine.
Illinois menentang pelarangan buku
Warga AS umumnya juga tidak menyukai gagasan pelarangan buku yang dimandatkan pemerintah.
Sebuah jajak pendapat yang dirilis Juni lalu oleh National Public Radio mendapati 69 persen orang Amerika menentang undang-undang negara bagian yang melarang buku-buku tertentu di perpustakaan sekolah.
Gedung Putih menyebut larangan yang diberlakukan itu sebagai sensor.
Dalam suatu langkah yang tidak biasa, Gubernur Illinois Jay Robert Pritzker menandatangani undang-undang yang melarang pelarangan buku. Undang-undang negara bagian itu akan mencabut anggaran pemerintah dari perpustakaan dan sekolah yang melarang atau menarik buku tertentu. [em/jm]
Forum