Tokoh ulama paling berpengaruh di Irak, Ayatullah Agung Ali al-Sistani, Jumat (31/1) menegaskan lagi kecamannya atas penggunaan kekerasan terhadap demonstran antipemerintah, sementara gerakan massal di sana memasuki masa-masa kritis dan kebuntuan politik terkait pengangkatan perdana menteri baru.
Sementara itu, ulama radikal berpengaruh Muqtada al-Sadr menyerukan para pengikutnya agar kembali turun ke jalan-jalan, satu pekan setelah ia menarik dukungannya bagi para demonstran antipemerintah yang berkemah di Lapangan Tahrir, Baghdad.
Pernyataan al-Sistani itu dilontarkan sementara kerusuhan berlanjut di kawasan Khilani dan Wathba di Baghdad, di mana sedikitnya 11 demonstran cedera hari Jumat (31/1) karena pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa, jelas para pejabat keamanan dan petugas medis. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim, sesuai ketentuan yang berlaku.
Kawasan tersebut menjadi daerah rawan kerusuhan dalam eskalasi belakangan ini yang dilancarkan demonstran, untuk membuat perhatian masyarakat kembali terfokus pada tuntutan selama protes empat bulan ini, setelah serangan udara AS yang menewaskan seorang jenderal senior Iran di Baghdad memonopoli politik Irak.
Para demonstran menyerukan satu juta warga Irak agar turun ke jalan-jalan pada hari Jumat (31/1) untuk menggiatkan kembali demonstrasi dan menekan pemerintah agar menerapkan agenda reformasi setelah al-Sadr menarik para pengikutnya dari jalan-jalan pekan lalu. Penarikan itu disusul oleh penindakan keras aparat keamanan terhadap kamp-kamp demonstran. Tenda-tenda dibakar dan sedikitnya empat demonstran tewas di Baghdad dan di bagian selatan Irak.
Hingga Jumat malam, jumlah yang hadir dalam unjuk rasa di jalan-jalan kurang dari satu juta orang, kata para aktivis.
Al-Sadr, yang tampaknya berubah sikap, mengeluarkan pernyataan yang menyerukan pengikutnya agar “memperbarui” demonstrasi dan kembali ke jalan-jalan, di tengah-tengah kebuntuan mengenai pengangkatan perdana menteri baru. Ia mengatakan demonstrasi besar diperlukan untuk menekan kalangan elite politik agar membentuk pemerintah baru yang tidak kontroversial dan mengadakan pemilihan dini. [uh/ab]