Jumlah anak yang meninggal akibat wabah campak dan gizi buruk sejak September 2017 hingga Rabu (24/1) Januari tercatat sebanyak 70 orang. Komandan Satgas Kesehatan TNI KLB Asmat Brigjen TNI Asep Setia Gunawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/1/2018) melalui rilis yang dikirim Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih mengatakan, tim kesehatan terpadu sudah memeriksa 12.398 anak di Asmat.
Asep menjelaskan, dari 12.398 anak yang mendapat pelayanan kesehatan, ditemukan 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk. Selain itu, ditemukan pula 25 anak suspek campak dan empat anak yang terkena campak dan gizi buruk.
Dari 70 korban meninggal itu, 65 anak meninggal akibat gizi buruk, empat anak karena campak dan satu orang karena tetanus. Data di Posko Induk Penanggulangan kejadian Luar Biasa (KLB) Asmat di Agats menyebutkan 37 anak meninggal di Distrik Pulau Tiga, 15 anak di Distrik Fayit, delapan anak di Distrik Aswi, empat anak di Distrik Akat dan enam lainnya meninggal di RSUD Agats.
Gubernur Papua Lukas Enembe di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (25/1) menjelaskan, ketersediaan petugas kesehatan di masing-masing kabupaten di Papua sangat minim. Menurut Lukas masing-masing distrik seperti wilayah Asmat memiliki, tenaga dokter spesialis hanya satu1 orang.
"Sekarang petugas layanan kesehatan ada atau tidak? Ini persoalan di kabupaten ya. Apakah ada petugas kesehatan di semua distrik ? Ini pemekaran distrik ada di mana-mana. Tapi tidak ada petugas kesehatan. Itu persoalan. Di Asmata itu baru ada satu dokter spesialis," kata Lukas.
Lukas Enembe menolak usulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merelokasi warganya yang terinfeksi wabah penyakit campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat dan Kabupaten Nduga. Ia beralasan, relokasi yang diusulkan akan menyulitkan warga sebab mereka telah terbiasa hidup di pedalaman. Ia menyarankan agar lokasi pedalaman tersebut dibangun distrik untuk mempermudah pemerintah memantau kesehatan warga.
"Seorang Papua tidak bisa (dipindahkan). Banyak persoalan. Orang Papua tidak bisa (semudah itu) dipindahkan. Mereka sudah hidup ketergantungan pada alam. Jadi mau pindah itu tidak bisa. Kita sudah pengalaman, orang dari Yahukimo pindah itu tidak bisa waktu itu. Jadi kita cukup punya pengalaman banyak," kata Lukas.
Penanganan masalah gizi buruk dan penyakit lainnya menurut Lukas, butuh kerja keras semua pihak, terutama adalah sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan.
"Secara menyeluruh, wilayah Asmat memang susah. Semua harus dengan (melalui) sungai. Orang menyeberang sungai. Penduduknya berpindah-pindah. Jadi memang butuh kerja keras. Semua departemen mau ke sana, mau siapkan (segala sesuatunya) itu hanya sementara. Persoalan utamanya kita (orang Papua) yang tahu. Pertama adalah tingkat pendidikan semua masyarakat, soal pentingnya kesehatan itu banyak belum tau. Sebagian besar di Papua begitu," jelasnya.
Lukas mengimbau media di Indonesia meliput pantau masalah kesehatan di Papua, karena menurutnya bukan hanya orang-orang Asmat yang menderita gizi buruk dan penyakit lainnya, tetapi juga penduduk di hampir di semua distrik dan kabupaten.
"Saat ini dengan media membuat orang semua kesana, tapi, itu sebentar saja. Saya tahu itu. Banyak orang mati tapi media tidak angkat (liput). Ini baru saja bahkan lebih. Di Dogiai ini juga jumlah anak yang meninggal banyak. Lalu Yahukimo. Kamu kenapa hanya angkat Asmat saja? Ini sudah terjadi bertahun-tahun, bukan baru terjadi," imbuhnya.
Bupati Asmat Elisa Kambu menilai usulan relokasi yang diinginkan Kepala Negara akan banyak mengalami permasalahan. Elisa meminta pemerintah pusat membangun distrik bagi warga Papua yang tinggal di pedalaman di ujung timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu. Menurut Elisa, pembangunan distrik bagi warga yang tinggal di pedalaman Papua diharapkan mampu mempermudah akses yang lebih baik bagi warga.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menawarkan agar warga di Kabupaten Asmat, Papua bersedia di relokasi demilantaran mempermudah tim kesehatan yang dibentuk pemerintah dalam menyelesaikan persoalan wabah campak dan gizi buruk tersebut. "Mungkin perlu relokasi terbatas atau memerlukan infrastruktur khusus," jelasnya.
Jokowi mempastikan dia sudah memperintahkan Menteri Kesehatan, Panglima TNI, Kapolri dan Menteri Sosial agar turun ke lapangan untuk mengatasi masalah wabah campak dan gizi buruk tersebut.
"Saya sudah perintahkan ke Kapolri, Panglima TNI, semuanya untuk terjun, semua. Tapi itu kan jangka pendek. Untuk jangka menengah nya harus kita siapkan. [aw/lt]