Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Dwikorita Karnawati, Jumat siang (19/12), usai peringatan Dies Natalis ke-65, menyesalkan aksi teror yang dilakukan sejumlah orang atas nama ormas tertentu pada acara nonton bareng dan diskusi film "Senyap (The Look of Silence)".
FIlm karya Joshua Oppenheimer ini semula akan diputar di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Rabu malam, 17 Desember 2014. Aksi terror dan intimidasi yang dilakukan oleh ormas tersebut, menurut rektor UGM, adalah tindakan yang tidak menjunjung tinggi mimbar kebebasan akademik di dalam kampus. Rektor juga mendesak agar tindakan intimidasi itu diusut tuntas.
“Kami menyesalkan peristiwa intervensi dan intimidasi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatas-namakan ormas tertentu pada kegiatan di kampus UGM karena telah mencederai substansi dan makna kebebasan mimbar akademik. Kami sangat menyesalkan pihak aparat keamanan, dipandang kurang responsif. Kami meminta agar segera tindakan-tindakan intimidasi tersebut diusut,” kata Prof. Dwikorita Karnawati.
Menurut Dekan Fisipol UGM Dr Erwan Agus Purwanto, pemutaran dan diskusi film "Senyap" diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Fisipol, Sintesa yang mendapat dukungan Komnas HAM sebagai upaya pembelajaran mahasiswa.
Sejak siang hari, panitia sudah mendapat terror melalui pesan singkat yang melarang pemutaran film. Panitia akhirnya memutuskan pemutaran film diselenggarakan di dalam ruang kelas, namun sejumlah orang datang dan memaksa menghentikan acara. Menurut Erwan, apabila dialog dikedepankan maka peristiwa seperti itu tidak harus terjadi.
“UGM akan mempelopori cara-cara dialog, baiknya itu seperti apa. Negara kita kan sangat plural, terdiri dari beragam suku bangsa, etnisitas dan kepercayaan. Sehingga kalau cara penyelesaian dengan dialog ini tidak kita biasakan, kembangkan, biasakan dalam masyarakat, nanti takutnya ke depan, setiap kali ada masalah peyelesaiannya dengan intimidasi, dengan kompetisi,” jelas Erwan Agus Purwanto.
Sementara itu Jumat sore (19/12) wakil dari Forum Umat Islam (FUI) DIY beserta ormas pendukungnya melakukan pertemuan dengan Komandan Korem 072 Pamungkas dan menyampaikan kepedulian mereka terhadap film "Senyap".
Koordinator FUI Mohamad Fuad mengatakan kepada VOA, FUI dan ormas lainnya khawatir pemutaran film "Senyap" akan menumbuhkan kembali faham komunisme di Indonesia.
“Kami khawatirkan bahwa ini akan menjadi embrio bangkitnya komunis gaya baru. Alhamdulillah kemarin sudah berhasil kami bubarkan di UGM, di UII (Universitas Islam Indonesia), ISI (Institute Seni Indonesia), dan AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Mereka berencana memutar film itu untuk pembelajaran," kata Koordinator FUI Mohamad Fuad.
"Bagi kami, pembelajaran dengan hal-hal seperti itu kurang tepat. Tidak semua mahasiswa ataupun masyarakat yang menonton film itu nanti bisa mencerna dengan baik,” lanjut Fuad.
Rochimawati, sekretaris AJI Yogyakarta mengatakan, hari Selasa, 16 Desember sore, kantor AJI didatangi aparat dan intel kepolisian setempat yang mengimbau agar mereka menunda pemutaran film "Senyap". Setelah dilakukan negosiasi, tetap saja film tidak boleh diputar.
Namun, menurut Rochimawati, AJI akan tetap memutar film "Senyap" dengan meminta perlindungan aparat kepolisian dan meminta ormas-ormas duduk bersama menonton dan mendiskusikan film itu secara terbuka.
“Kami akan tetap memutar film itu karena kami fikir di film itu tidak ada seperti yang mereka sangkakan atau dugakan. Kami minta mereka; ayo duduk bareng, ayo kita nonton bersama jika perlu bisa kita hentikan. Yang penting duduk bareng, nonton bareng tetapi masalahnya mereka kan nggak mau ditawarkan seperti itu,” kata Rochimawati.