Aksi di luar kantor migrasi di Tapachula, tempat puluhan migran Amerika Tengah dan Selatan berkumpul selama berbulan-bulan, adalah bagian dari aksi mogok makan untuk mencari perhatian atas penderitaan mereka.
Beberapa migran terlihat membiarkan bibir atas dan bibir bawah mereka dijahit teman mereka dengan menggunakan jarum dan benang gigi (dental floss). Mereka yang mulutnya dijahit itu tidak hanya migran lelaki, namun juga perempuan.
Ricardo Vargas, migran asal Honduras, masih bisa bicara secara terbatas, meski mulutnya sudah dijahit. “Kami ingin bergerak bebas di sini di Meksiko, mereka tidak ingin membiarkan kami masuk, dan kami tidak punya uang untuk terus diperbudak di sini sampai mereka punya waktu untuk kami. Kami ingin menyeberang perbatasan dan merasakan bebas tanpa mengganggu para pejabat imigrasi. Kami menghormati budaya mereka dan hanya menginginkan cara untuk menyeberang dengan damai.”
Vargas dan orang-orang senasibnya berusaha untuk mendapatkan visa yang akan memungkinkan mereka melewati Meksiko dengan aman.
Menurut aktivis migrasi Irineo Mujica, para migran itu pada intinya menuntut perlakuan yang lebih manusiawi dari Lembaga Migrasi Nasional Meksiko.
"Mereka menjahit bibir mereka untuk memprotes Lembaga Migrasi Nasional. Mereka melakukan mogok makan, dan kami berharap Lembaga Migrasi Nasional melihat mereka dalam keadaan berdarah dan menyadari bahwa mereka juga adalah manusia. Kami ingin lembaga itu mengatasi situasi ini dengan lebih baik, denga cara yang manusiawi," jelasnya.
Otoritas migrasi Meksiko melaporkan terjadinya peningkatan 87 persen permintaan suaka tahun lalu. Meningkatnya jumlah migran yang berusaha masuk melalui perbatasan selatan Meksiko juga tercermin dalam jumlah migran yang mencoba menyeberang ke Amerika Serikat.
Badan Urusan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai (CBP) Amerika Serikat melaporkan ada 1,7 juta migran tanpa dokumen resmi yang berusaha masuk ke AS melalui perbatasan pada tahun 2021, naik dari 458.000 pada tahun sebelumnya. [ab/uh]