Lima orang Tibet tewas pekan ini setelah protes di Provinsi Sichuan, China. Organisasi hak azasi internasional yang menghubungi saksi mata setempat mengatakan polisi melepas tembakan ke arah demonstran, dan lima meninggal karena tidak diizinkan mendapat perawatan medis ketika berada dalam tahanan polisi.
Alistair Currie dari Free Tibet, LSM yang berpusat di London, mengatakan ratusan orang sedang melancarkan protes ketika polisi mulai menembak.
"Polisi menembaki mereka. Ketika itu ada 10 orang yang menderita luka berat. Setelah itu kami ketahui bahwa lima tewas dalam tahanan. Satu dari orang-orang itu bunuh diri sebagai protes karena tidak dibolehkan mendapat perawatan medis, dan sepanjang yang kami ketahui, tidak ada dari orang-orang yang terluka itu mendapat perawatan medis yang layak,” kata Alistair Currie.
Tsewang Gonpo, usia 60, Yeshe, usia 42, dan Jinpa Tharchin, usia 18 tahun, meninggal akibat luka tembak. Menurut organisasi hak azasi yang berpusat di Washington, Kampanye Internasional untuk Tibet, orang yang bunuh diri itu bernama Lo Palsang. Seorang lagi, yang namanya tidak diketahui, meninggal akibat luka dari protes itu, yang tidak diobati.
Mereka bersama sekitar 100 orang Tibet memprotes penahanan seorang kepala desa Tibet di Ganzi (Garze) prefektur, yang ditangkap awal bulan ini setelah mengadukan pelecehan perempuan setempat oleh pemerintah.
Currie mengatakan demonstrasi massa terhadap berbagai isu menyebar ke seluruh daerah Tibet.
"Kami melihat massa yang melancarkan protes semakin besar, semakin banyak, memprotes berbagai isu mulai dari kerusakan lingkungan sampai tindakan pasukan keamanan,” kata Alistair Currie.
Protes-protes itu terjadi di daerah yang berbatasan dengan Daerah Otonomi Tibet, di mana kerap terjadi kerusuhan dan demonstrasi.
"Menembak dengan peluru tajam relatif jarang tetapi tahun lalu kami tahu penembakan dengan peluru tajam terjadi dalam dua peristiwa lain. Orang Tibet menghadapi risiko kematian dari protes apa saja seperti ini,” lanjut Alistair Currie.
Dalam beberapa tahun ini lebih dari 100 orang Tibet membakar diri sebagai protes atas kebijakan pemerintah China. Sebagian demonstran menyuarakan tentangan atas diskriminasi dan prasangka terhadap mereka oleh etnis Han. Sebagian lain menuntut kebebasan beragama dan kembalinya pemimpin spiritual mereka, Dalai Lama, yang telah berada di pengasingan sejak tahun 1959.