Tautan-tautan Akses

Sekelompok Pria Korban Pelecehan Produser Boy Band Jepang Kritik Tanggapan Perusahaan Hiburan


Kantor pusat agensi Johnny & Associates yang didirikan oleh Johnny Kitagawa di Tokyo, Rabu, 10 Juli 2019. (AP/Jae C. Hong)
Kantor pusat agensi Johnny & Associates yang didirikan oleh Johnny Kitagawa di Tokyo, Rabu, 10 Juli 2019. (AP/Jae C. Hong)

Sekelompok pria yang mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan seksual saat masih remaja oleh seorang maestro hiburan Jepang menuduh perusahaan di balik skandal tersebut, yang sebelumnya dikenal sebagai Johnny's, tidak tulus dalam menangani para korban.

Shimon Ishimaru, yang mewakili kelompok korban, mengatakan banyak yang belum menerima kompensasi. Kelompok tersebut telah meminta untuk bertemu dengan para pejabat perusahaan itu, namun hal itu tidak terjadi, katanya pada konferensi pers bersama tiga pria lainnya yang mengatakan bahwa mereka adalah korban.

Ishimaru termasuk di antara ratusan pria yang telah melapor sejak tahun lalu, dengan tuduhan bahwa mereka mengalami pelecehan seksual saat remaja oleh produser boy band Johnny Kitagawa. Kitagawa, yang meninggal pada tahun 2019, tidak pernah dituntut dan tetap memiliki pengaruh besar di industri hiburan.

Perusahaan itu tahun lalu akhirnya mengakui pelecehan oleh Kitagawa yang telah lama menjadi rumor. Pimpinan perusahaan membuat permintaan maaf publik pada bulan Mei. Pemerintah Jepang juga telah mendorong pemberian kompensasi.

Pengacara Kazuya Sugiyama (kanan) dan Shimon Ishimaru (tengah), yang mewakili kelompok korban, duduk bersama tiga korban lainnya yang menyatakan bahwa mereka dilecehkan secara seksual oleh Johnny Kitagawa, dalam konferensi pers di Tokyo, Senin 15 Januari 2024. (AP/Yuri Kageyama)
Pengacara Kazuya Sugiyama (kanan) dan Shimon Ishimaru (tengah), yang mewakili kelompok korban, duduk bersama tiga korban lainnya yang menyatakan bahwa mereka dilecehkan secara seksual oleh Johnny Kitagawa, dalam konferensi pers di Tokyo, Senin 15 Januari 2024. (AP/Yuri Kageyama)

Perusahaan itu, yang telah berganti nama dari Johnny & Associates menjadi Smile-Up dan kemudian Starto Entertainment, mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya telah menerima permintaan kompensasi dari 939 orang. Dari jumlah tersebut, 125 orang telah menerima kompensasi, katanya dalam sebuah pernyataan. Perusahaan itu telah membentuk panel yang terdiri dari tiga mantan hakim untuk menyelidiki klaim-klaim tersebut.

“Kami sedang memproses mereka yang telah mencapai kesepakatan pembayaran dengan kami,” kata perusahaan itu, sambil berjanji untuk melanjutkan upayanya.

Mereka tidak segera menanggapi permintaan komentar pada konferensi pers hari Senin.

Kelompok korban mengatakan mereka telah didekati oleh puluhan orang yang telah diberitahu oleh perusahaan bahwa tidak ada cukup bukti untuk memenuhi klaim mereka. Detailnya tidak diungkapkan.

Menurut beberapa laporan, Kitagawa melecehkan para korbannya tersebut di rumah mewahnya di Tokyo, serta di tempat-tempat lain, seperti mobilnya dan hotel di luar negeri, saat mereka tampil sebagai penari dan penyanyi Johnny’s. Pelecehan berlanjut selama beberapa dekade.

Shimon Ishimaru (ketiga dari kiri), wakil ketua Asosiasi Korban Pelecehan Seksual Johnny, dalam konferensi pers di Tokyo Senin, 4 September 2023. (AP/Eugene Hoshiko)
Shimon Ishimaru (ketiga dari kiri), wakil ketua Asosiasi Korban Pelecehan Seksual Johnny, dalam konferensi pers di Tokyo Senin, 4 September 2023. (AP/Eugene Hoshiko)

Dampak dari skandal ini telah menyebar. Dalam dunia standup comedy, beberapa perempuan menuduh bahwa mereka telah dilecehkan secara seksual oleh seorang komedian terkenal. Pria itu membantah tuduhan-tuduhan tersebut.

Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, yang menyelidiki kasus-kasus pelecehan seksual di Johnny’s, akan mengeluarkan laporan pada bulan Juni, termasuk rekomendasi untuk perubahan.

Kantor berita Associated Press biasanya tidak mengidentifikasi orang-orang yang mengatakan bahwa mereka mengalami pelecehan seksual, namun para penuduh Kitagawa baru-baru ini telah menyebutkan nama mereka.

Para kritikus mengatakan apa yang terjadi dan diamnya media arus utama Jepang merupakan indikasi betapa lambatnya negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu dalam melindungi HAM. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG