WINA —
Krisis penuh kekerasan di Suriah, Gaza dan Mali memperlihatkan pentingnya kelompok agama yang berbeda-beda untuk bekerja sama mempromosikan saling pengertian dibandingkan kebencian, ujar Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-Moon pada Senin (26/11).
Berbicara dalam peluncuran lembaga kerja sama antar agama di Wina yang dipelopori Arab Saudi, ia mengatakan bahwa konflik di Suriah “muncul karena dimensi-dimensi sektarian yang meresahkan” dan “konflik terus berlanjut antara Israel dan Palestina.”
Monumen-monumen agama yang berharga telah dihancurkan di Mali, ujarnya, mengacu pada penghancuran warisan Muslim berusia ratusan tahun oleh gerakan Islam radikal Ansar Dine.
Para pemimpin beragama “dapat mempersatukan umat berdasarkan ajaran dan nilai-nilai yang sama” namun pada saat yang sama juga dapat “mendorong intoleransi, mendukung ekstremisme dan menyebarkan kebencian.”
“Saya mendukung sepenuhnya visi Anda mengenai agama sebagai alat untuk menyebarkan rasa hormat dan rekonsiliasi,” ujarnya pada sekitar 800 pejabat agama dan aktivis yang bertemu di ibukota Austria untuk membahas cara mendorong pemahaman yang lebih baik antar kelompok agama.
Diberi nama sesuai raja Arab, Abdullah, pusat baru tersebut mendorong menjembatani kelompok antar keyakinan dalam era krisis ekonomi. Namun lembaga ini telah mengundan kritikan karena Arab Saudi memberlakukan syariah Islam yang ketat dan melarang praktik agama non-Muslim.
Pertama-tama, lembaga ini berencana memperbaiki presentasi agama di media dan buku teks sekolah, melibatkan pemimpin agama dalam kampanye kesehatan anak-anak di negara-negara miskin dan memberikan beasiswa bagi para pemimpin agama.
Jalan Panjang Menuju Reformasi
Lembaga Internasional Raja Abdullah bin Abdulazis untuk Dialog Antar Agama dan Antar Budaya (KAICIID) merupakan langkah terbaru yang disebut oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Saud al-Faisal sebagai “jalan panjang” negaranya menuju reformasi dan perbaikan hubungan dengan umat beragama di seluruh dunia.
“Agama telah menjadi akar banyak konflik,” ujarnya.
Dipicu oleh serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, yang melibatkan banyak warga Saudi, serta pengeboman oleh kelompok radikal Islam di Arab Saudi dua tahun kemudian, Raja telah mempertemukan kelompok Sunni dan Syiah di Mekah untuk membahas cara melawan ekstremisme dalam Islam.
Ia juga menyelenggarakan konferensi antar agama pada 2008, yang harus dilaksanakan di Madrid karena kerajaan sangat konservatif. Namun para pejabat Arab Saudi pada konferensi Wina menekankan bahwa pesan dalam dialog akan disebarkan di dalam negeri.
KAICIID dikelola oleh sebuah dewan beranggotakan tiga Muslim, tiga orang Kristen, seorang Yahudi, seorang Budha dan seorang Hindu. Tujuannya membantu kelompok beragama untuk menyelesaikan persoalan seperti konflik, prasangka dan krisis kesehatan.
“Tujuan utamanya adalah memberdayakan kerja aktif di lapangan, baik dalam bentuk dialog, aktivisme sosial maupun resolusi konflik,” ujar Rabbi David Rosen dari Yerusalem, yang mewakili Judaisme dalam dewan direktur.
KAICIID adalah badan internasional yang disponsori Arab Saudi, Austria dan Spanyol, dengan dukungan kuat dari Vatikan sebagai “pengamat pendiri.”
Para pejabat KAICIID mengatakan lembaga ini independen dan tidak akan mempromosikan agama mana pun. (Reuters/Tom Heneghan)
Berbicara dalam peluncuran lembaga kerja sama antar agama di Wina yang dipelopori Arab Saudi, ia mengatakan bahwa konflik di Suriah “muncul karena dimensi-dimensi sektarian yang meresahkan” dan “konflik terus berlanjut antara Israel dan Palestina.”
Monumen-monumen agama yang berharga telah dihancurkan di Mali, ujarnya, mengacu pada penghancuran warisan Muslim berusia ratusan tahun oleh gerakan Islam radikal Ansar Dine.
Para pemimpin beragama “dapat mempersatukan umat berdasarkan ajaran dan nilai-nilai yang sama” namun pada saat yang sama juga dapat “mendorong intoleransi, mendukung ekstremisme dan menyebarkan kebencian.”
“Saya mendukung sepenuhnya visi Anda mengenai agama sebagai alat untuk menyebarkan rasa hormat dan rekonsiliasi,” ujarnya pada sekitar 800 pejabat agama dan aktivis yang bertemu di ibukota Austria untuk membahas cara mendorong pemahaman yang lebih baik antar kelompok agama.
Diberi nama sesuai raja Arab, Abdullah, pusat baru tersebut mendorong menjembatani kelompok antar keyakinan dalam era krisis ekonomi. Namun lembaga ini telah mengundan kritikan karena Arab Saudi memberlakukan syariah Islam yang ketat dan melarang praktik agama non-Muslim.
Pertama-tama, lembaga ini berencana memperbaiki presentasi agama di media dan buku teks sekolah, melibatkan pemimpin agama dalam kampanye kesehatan anak-anak di negara-negara miskin dan memberikan beasiswa bagi para pemimpin agama.
Jalan Panjang Menuju Reformasi
Lembaga Internasional Raja Abdullah bin Abdulazis untuk Dialog Antar Agama dan Antar Budaya (KAICIID) merupakan langkah terbaru yang disebut oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Saud al-Faisal sebagai “jalan panjang” negaranya menuju reformasi dan perbaikan hubungan dengan umat beragama di seluruh dunia.
“Agama telah menjadi akar banyak konflik,” ujarnya.
Dipicu oleh serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, yang melibatkan banyak warga Saudi, serta pengeboman oleh kelompok radikal Islam di Arab Saudi dua tahun kemudian, Raja telah mempertemukan kelompok Sunni dan Syiah di Mekah untuk membahas cara melawan ekstremisme dalam Islam.
Ia juga menyelenggarakan konferensi antar agama pada 2008, yang harus dilaksanakan di Madrid karena kerajaan sangat konservatif. Namun para pejabat Arab Saudi pada konferensi Wina menekankan bahwa pesan dalam dialog akan disebarkan di dalam negeri.
KAICIID dikelola oleh sebuah dewan beranggotakan tiga Muslim, tiga orang Kristen, seorang Yahudi, seorang Budha dan seorang Hindu. Tujuannya membantu kelompok beragama untuk menyelesaikan persoalan seperti konflik, prasangka dan krisis kesehatan.
“Tujuan utamanya adalah memberdayakan kerja aktif di lapangan, baik dalam bentuk dialog, aktivisme sosial maupun resolusi konflik,” ujar Rabbi David Rosen dari Yerusalem, yang mewakili Judaisme dalam dewan direktur.
KAICIID adalah badan internasional yang disponsori Arab Saudi, Austria dan Spanyol, dengan dukungan kuat dari Vatikan sebagai “pengamat pendiri.”
Para pejabat KAICIID mengatakan lembaga ini independen dan tidak akan mempromosikan agama mana pun. (Reuters/Tom Heneghan)