Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut baik perundingan internasional terkait Suriah, tetapi mengatakan hal itu sebaiknya tidak terpusat pada nasib Presiden Bashar al-Assad.
“Masa depan Suriah, masa depan perundingan perdamaian dan negosiasi apapun dengan pemimpin Suriah seharusnya tidak mandek hanya demi membahas masa depan satu orang. Menurut saya, rakyat Suriah yang nantinya akan memutuskan masa depan Presiden Assad,” kata Ban, hari Sabtu (31/10).
Delegasi dari 17 negara bertemu hari Jumat di Wina untuk membahas situasi di Suriah. Mereka sepakat pemerintah dan pemberontak Suriah harus merundingkan gencatan senjata serta merencanakan pemilu demokratis dibawah pemantauan PBB. Semuanya itu harus dilakukan sambil terus melawan teroris, kata mereka.
Namun tidak ada kesepakatan tentang Assad. AS berkeras Assad adalah akar dari pertumpahan darah saat ini dan tidak bisa menjadi bagian dari masa depan Suriah karena telah menggunakan bom dan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Arab Saudi dan Turki juga sependapat.
Tetapi Rusia dan Iran, dua sekutu terbesar Assad, berpendapat lain. Keduanya juga membantu pasukan pemerintah Assad di medan perang.
Pemerintah dan pihak oposisi Suriah tidak ikut dalam pertemuan di Wina itu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry membela keputusan Presiden Barack Obama untuk mengirim pasukan operasi khusus ke Suriah.
Fokus utama langkah itu, kata Kerry, adalah melawan militan Negara Islam (ISIS) dan bukan berarti Amerika ikut dalam perang saudara di Suriah. Kerry mengatakan kebijakan Amerika jelas yaitu menumpas ekstremis.
Hal itu diutarakan Kerry hari Sabtu di Bishkek, ibukota Kyrgyzstan, persinggahan pertamanya dalam lawatan ke lima negara di Asia Tengah. Empat negara lain yang akan ia datangi adalah Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan dan Turkmenistan. [th]