Tautan-tautan Akses

Sekjen PBB Miliki ‘Kepercayaan Penuh’ pada Perwakilan Khusus PBB untuk Sudan


Asap tampak mengepul dari sejumlah gedung di yang berada di utara Khartoum, Sudan, pada 1 Mei 2023, di tengah pertempuran yang terus berlangsung di negara tersebut. (Foto: Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah)
Asap tampak mengepul dari sejumlah gedung di yang berada di utara Khartoum, Sudan, pada 1 Mei 2023, di tengah pertempuran yang terus berlangsung di negara tersebut. (Foto: Reuters/Mohamed Nureldin Abdallah)

Militer Sudan menangguhkan perundingan dengan pasukan paramiliter saingannya pada Rabu (31/5) terkait gencatan senjata dan akses bantuan, sehingga menambah kekhawatiran bahwa konflik yang telah berlangsung selama enam minggu terakhir itu akan memperparah krisis kemanusiaan yang terjadi di negara terbesar ketiga di Afrika itu.

Pasukan bersenjata Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menghentikan perundingan yang berlangsung di Jeddah, Arab Saudi, karena menuduh pihak lawan tidak berkomitmen pada penerapan poin-poin perjanjian dan terus melakukan pelanggaran gencatan senjata.

Negosiasi dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang dimulai sejak awal Mei, telah menghasilkan sebuah deklarasi komitmen untuk melindungi warga sipil dan dua perjanjian gencatan senjata jangka pendek, meski perjanjian-perjanjian itu berulang kali dilanggar.

Para saksi mata melaporkan pada Rabu (31/5) bahwa RSF telah memperluas kendalinya di dalam distrik Morgan yang terletak di Ibu Kota Khartoum. Mereka juga melaporkan bentrokan hebat di seberang Sungai Nil di Omdurman utara dan Bahri utara hingga Rabu malam.

Sedikitnya 15 orang tewas dan 30 lainnya terluka setelah proyektil menghujani sebuah pasar di wilayah Khartoum selatan yang padat penduduk pada Rabu, kata komite perlawanan lingkungan setempat dalam sebuah pernyataan. Komite itu mengatakan, rumah sakit setempat, RS Bashair, salah satu yang masih beroperasi di ibu kota, kini kewalahan.

Perang itu telah membunuh ratusan orang, memaksa lebih dari 1,2 juta penduduk mengungsi di dalam wilayah Sudan dan 400.000 lainnya keluar perbatasan, ke negara-negara tetangga, kata PBB.

Militer Sudan, yang bergantung pada kekuatan udara dan artileri, dan RSF, pasukan dengan persenjataan yang lebih ringan yang telah mendominasi wilayah Khartoum, telah sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata seminggu menjadi lima hari lebih panjang sebelum hari Senin (29/5), ketika gencatan senjata seharusnya berakhir.

Jenderal Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan, seorang tentara karir, dan Jenderal RSF Mohamed Hamdan Dagalo, seorang mantan komandan milisi yang dikenal dengan sebutan Hemedti, bertempur memperebutkan kekuasaan sejak 15 April. Tak satu pun di antara keduanya unggul dari yang lain.

Di ibu kota terjadi penjarahan yang meluas dan pemutusan akses listrik dan air. Sebagian besar rumah sakit telah berhenti beroperasi.

Al-Burhan menyurati Sekjen PBB Antonio Guterres pada Jumat (26/5) untuk memintanya mengganti utusan PBB Volker Perthes, menurut sejumlah sumber di kepresidenan Sudan.

Sumber-sumber itu tidak memberi rincian lebih lanjut, namun Perthes, yang ditunjuk pada 2021, telah mendorong transisi politik menuju kepemimpinan sipil, yang ditentang sebagian di dalam tubuh militer.

“Saya menegaskan kembali kepada Dewan kepercayaan penuh saya pada Volker Perthes sebagai Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal,” kata Guterres di markas PBB hari Rabu. “Terserah Dewan Keamanan untuk memutuskan apakah Dewan Keamanan mendukung kelanjutan misi untuk periode berikutnya, atau apakah Dewan Keamanan memutuskan sudah waktunya untuk mengakhirinya.” [rd/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG